T A H I YA T Salam Redaksi Assalamu’alaikum wr wb Hajatan besar para pengusaha dan pecinta buku usai sudah. Islamic Book Fair (IBF) ke 9 memang telah berlalu, tapi banyak kesan yang bisa kami catat. Salah satunya, ternyata banyak yang memberikan perhatian pada Tarbawi. Meski berada di ruang yang agak susah di cari, stand Tarbawi nyaris tak pernah sepi. Pembaca, mungkin Anda adalah di antara mereka yang selalu mengikuti perkembangan Tarbawi. Ketinggalan satu edisi Tarbawi saja serasa ada yang kurang. Maka pada momen-momen pameran seperti itu adalah kesempatan untuk berburu Tarbawi edisi lama. Begitulah mereka, datang ke pameran, mencari stand Tarbawi, memburu edisi tertentu. Ada yang ketemu, ada yang tidak. Kepada para pengunjung kami harus banyak meminta maaf, jika pelayanan kami kurang maksimal. Semoga di kesempatan mendatang kami bisa memberi yang lebih baik. Pembaca, hari-hari ini Palestina kembali bergolak. Sayangnya, perhatian khalayak terasa kurang. Beberapa tulisan di Tarbawi semoga menjadi bagian dari upaya membangun ’awareness’ bahwa para pejuang Palestina membutuhkan dukungan internasional, dan dukungan dari kita sebagai saudara seiman. Demikian pembaca, jangan lepaskan kami dari untaian doa. Semoga kami bisa terus menyajikan inspirasi kepada Anda Pembaca. Intanshurullah yanshurkum wayutsabbit aqdamakum. Wassalamu’alaikum wr wb Redaksi daftar isi Liqoat: DR. Ahmad Hasan Farahat, Pakar Ilmu Bahasa Al Qur’an 34 Dzikroyat: Fadhil Zainal Abidin, Lebih dari Dua Puluh Tahun Hidup dengan Satu Ginjal 50 Jaulat: Nestapa Para Pencari Suaka 66 Photo Cover: Setyo Adhi Pamungkas Penerbit: PT. Media Amal Tarbawi. Komisaris: Arwim Al-Ibrahimi. Direktur: I. Suwandi. Pemim­pin Redaksi: Ahmad Zairofi AM. Redaktur Pelaksana: Edi Santoso. Redaktur: M. Lili Nur Aulia, Haryo Setyoko, Wasilah, Widowati, Sulthan Hadi. Reporter: Rahmat Ubaidillah, Yenni Siswanti, Purwanti. Pemasaran dan Sirkulasi: Isa, Okta Saputra, Satiri, Agus Iklan: Sari Mulyani, Umum: Dirsan Abdurrohim. Produksi dan Desain Grafis: A. Muchlison. Keuangan: Nani Nuraini, Sigit Ari Busono. Terbit hari Jum’at dua pekan sekali. Harga: Rp. 11.000,-. Luar Jawa Rp.12.000. Alamat: Jl. Pramuka Jati No. 430 A, Jakarta Pusat. 10440. Telp. 021-3153003, 3150115 Fax: 021- 3916731 PO BOX: 1013 JKT. 13010. E-mail: tarbawi@yahoo.com. Isi di luar tang­­­gung jawab perce­­ta­kan. “Ke­mer­­dekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara” (UU No. 40/Th.1999, Tentang Pers, Pasal 4 ayat 1). Seluruh naskah dan foto yang dikirim ke redaksi Tarbawi harus disertai foto kopi identitas diri yang masih berlaku. Seluruh naskah dan foto yang dikirim menjadi milik redaksi Tarbawi. KHOTHOROT Editorial Dirosat Kajian Utama Bila Hak Individu Mengalahkan Hak Mayoritas R iuh demokrasi punya banyak sisi. Sebagai sebuah model yang mengatur interaksi, demokrasi menjadikan kebebasan sebagai dasar utama pijakan. Rumitnya, demokrasi yang bernafas kebebasan, poros utamanya diletakkan pada individu, orang per orang. Dari situ tidak sedikit masalah yang akan timbul. Sebab, kemampuan negara untuk mengapresiasi keunikan orang per orang ke dalam hukum tidak akan memadai. Itu tidak mudah. Dengan demokrasi, atas nama hak perorangan, siapa saja bisa mencari pembenaran di muka hukum. Apapun jalan hidup yang ia pilih, bahkan bila pun jalan hidup itu ganjil dari sisi tabiat kemanusiaan. Maka hari-hari ini, kita menyaksikan bagaimana ada sebagian orang yang mengajukan uji materiil atas undang-undang pornografi. Di antara alasannya, agar siapa saja yang memiliki orientasi seksual menyimpang mendapat pembenaran di mata hukum. Ini adalah tantangan besar bagi para pemangku kuasa di Mahkamah konstitusi. Sebab, akan banyak hal-hal pribadi yang menyimpang, yang dicari pembenarannya atas nama hak konstitusi. Tanpa bantuan wahyu, dari Dzat yang mencipta manusia, pencarian manusia tentang siapa dirinya tidak akan pernah utuh. Para pembela pelaku orientasi seksualnya menyimpang, tidak akan bisa membuktikan secara ilmiah, bahwa orang-orang menyimpang itu karena Tuhan benar-benar menciptakan mereka menyimpang, dan bukan karena pengaruh sosial, salah asuh, 4 Tarbawi salah pergaulan, atau mencari sensasi. Gaduh demokrasi punya banyak sisi. Sebagai dasar yang mengelola interaksi, demokrasi menjadikan kebebasan sebagai landasan prinsip. Dalam beragama, semua orang bebas memilih agama. Namun, atas dasar itu pula, mereka yang kini tengah gencar melakukan uji materiil atas undang-undang penistaan agama, merasa punya pembenar. Padahal, orang boleh bebas memilih agama, tidak berarti boleh bebas menista agama. Maka tanpa payung hukum dalam soal ini, siapa pun yang merasa agamanya ternista, bisa jadi justru akan melakukan tindakan sendiri yang kacau. Entahlah bagi orang yang tidak merasa punya ikatan batin dengan suatu agama, mungkin ia tidak peduli dengan apa pun ulah orang kepada agama orang lainnya. Negara ini tengah memulai era di mana hak individu diberikan sangat luas di dalam model pengelolaan masyarakat oleh negara. Hak asasi manusia memang melekat pada diri setiap orang. Tetapi tanpa sinkronisasi dengan hak-hak orang lain, kita akan selalu menyaksikan kisruh sosial akibat benturan hak individu dengan hukum mayoritas dan suara terbanyak yang dianut sistim demokrasi itu sendiri. Kita yakin, di tengah ratusan juta penduduk negeri ini, masih lebih banyak yang ingin agamanya tidak dinista, dan ingin agar pornografi tidak dibiarkan merajalela. Tapi di hadapan Mahkamah Konstitusi keyakinan mayoritas yang pasif bisa saja kalah oleh agresifitas perorangan.p Edisi 225 Th.11, Rabiul Akhir 1431, 8 April 2010 Mungkin, Kini Kita Tengah Mencintai Apa yang Dulu Kita Benci “Bencilah musuhmu, sekadarnya. Karena boleh jadi suatu hari nanti ia akan jadi orang yang kau cintai.” (Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu) tarbawi/wasilah Edisi 225 Th.11, Rabiul Akhir 1431, 8 April 2010 Tarbawi 5 Dirosat Kajian Utama Oleh Ahmad Zairofi AM N Aljarudi dan Pengetahuan yang Menghadirkan Cinta 6 Tarbawi Edisi 225 Th.11, Rabiul Akhir 1431, 8 April 2010 amanya Aljarudi. Aslinya Muhammad bin Ahmad. Lengkapnya Muhammad bin Ahmad Aljarudi Alharwi. Ceritanya tidak panjang. Tapi pesannya jelas. Kisahnya tidak banyak. Tapi pelajarannya begitu mendalam. Suatu hari ia mendatangi salah satu tokoh besar di masanya. Imam Thabrani. Ia pergi berguru. Menjadi musafir demi ilmu dari tempat tinggalnya di Herat, di Afghanistan barat, menuju tempat tinggal Imam Thabrani di Isfahan, Iran sekarang. “Aku pergi menemui Imam Thabrani. Lalu ia menerimaku, memberiku duduk dekat di sampingnya. Padahal sebelumnya ia sulit menerima aku. Ia lebih mementingkan perhatiannya kepada orang lain. Maka aku tanyakan perubahannya itu kepadanya,” begitu kata Al-Jarudi mengisahkan sebagian dari penggalan hidupnya. Imam Thabrani menjawab, “Karena engkau kini telah mengetahui nilai dan kedudukan ilmu (hadits) ini.” Pengetahuan telah mengubah kurang peduli menjadi cinta. Pengetahuan mendekatkan yang jauh, mengakrabkan yang asing. Dan mengubah Aljarudi menjadi orang besar di masanya. Imam Thabrani mungkin tidak sampai pada tingkat membenci Aljarudi. Tapi kurang dianggap dan tidak terlalu dipedulikan oleh seorang tokoh besar yang ingin ia jadikan guru mungkin lebih berat dirasa Aljarudi ketimbang dibenci. Setelah mengetahui bahwa Aljarudi sudah menjadi sosok yang telah mencintai hadits, dikenal di negeri asalnya, maka penerimaan Imam Thabrani pun berubah. Ia mencintai Aljarudi, menambahkannya hadits yang ia punya, menjadikannya istimewa, dan diberinya tempat di sampingnya. Kelak Aljarudi Alharwi menjadi orang yang sangat penting di masanya. Di masa itu, tokoh-tokoh Islam menggelarinya dengan Imam Alhafiz Aljarudi Alharwi. Alharwi, dinisbahkan kepada kota tempat tinggalnya, Haraah, Edisi 225 Th.11, Rabiul Akhir 1431, 8 April 2010 Tarbawi 7 atau sekarang dikenal dengan Herat. Para ulama di masanya menyatakan, bahwa Aljarudi Alharwi adalah orang pertama di Herat yang mengulas tentang status para perawi hadits dan shahih tidak-nya hadits. Kebanyakan penduduk Herat kemudian berguru dan belajar dari dirinya. Posisinya sebagai gerbang ke Iran dan Khurasan, yang mengalirkan sumber-sumber kehidupan, menjadikan Herat di jaman pertengahan dikenal dengan sebutan ‘Mutiara Khurasan.’ Tentu tak terkecuali karena peranan ilmu dan para pencinta pengetahuan di kota itu. Satu di antaranya adalah lelaki yang datang berguru ilmu ke Imam Thabrani. Tak terlalu dianggap mulanya. Lalu berubah menjadi orang yang sangat dicintai. Sepertinya, kita pernah seperti itu pula. Kita benci dahulu kala, lalu kini sulit melepas cinta dari apa yang dulu kita benci itu. Bisa kepada sesuatu, kepada seseorang, kepada sekelompok orang, atau sebuah organisasi. Sepertinya kita pernah serupa itu pula. Kita benci kepada pilihan-pilihan hidup, kepada kenyataan yang sulit kita hindari. Atau kepada pekerjaan yang dahulu dengan enggan kita emban. Atau kepada orang-orang dekat yang kini terikat akad kebersamaan. Lalu perlahan dan nyaris tanpa kita sadari, kita menjadi sangat mencintainya. Benci yang berubah menjadi cinta adalah perjalanan yang menyertai karakter kita sebagai manusia. Benci yang berubah menjadi cinta, atau sebaliknya, mengajarkan kepada kita akan hukum ketidakpastian yang melekat dalam diri kita sebagai manusia. Semua capaian ilmu dan kepandaian kita tidak pernah mampu menutup ruang ketidakpastian dalam hidup ini. Yang bisa kita lakukan adalah menyiasatinya. Benci yang bisa berubah menjadi cinta, dan juga sebaliknya, adalah realitas yang mengajarkan kepada kita pentingnya memahami proses bagi seluruh perjalanan waktu kita. Bahwa upaya kita untuk menjadi sesuatu, mengejar sesuatu, atau menilai sesuatu, tidak pernah bisa dikatakan telah final selama kita belum bertemu ajal. Memahami proses dan mengetahui bahwa selalu ada yang mungkin berubah, akan memberikan kita kesadaran untuk tidak terjebak pada penyakit klaim. Kita harus mendidik diri kita sendiri untuk memberikan kemungkinan, bila suatu hari nanti ada alasan yang membuat kita mengubah benci menjadi cinta. Di dasar yang paling prinsip, benci dan cinta berurusan dengan aqidah kita sebagai Muslim. Kadang kita membenci saudara kita sesama Muslim, keluarga kita, atau kerabat kita. Dengan sebab atau tanpa sebab. Di ranah ini kebencian karena selera tidak jadi pokok perkara. Karena selera yang halal harus diletakkan dalam ruang keberagaman yang diakui. Tapi benci karena sesuatu yang salah, menyimpang atau dosa memerlukan sikap yang tepat. Secara khusus Allah mengelompokkan mereka sebagai pencampur yang baik dengan yang buruk. “Dan (ada pula) orang-orang lain yang mengakui dosa-dosa mereka, mereka mencampur baurkan pekerjaan yang baik dengan pekerjaan lain yang buruk. Mudahmudahan Allah menerima taubat mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. At-Taubah: 102). Orang berdosa, terlebih yang menyadarinya, tidak boleh kita benci secara total dan berlebihan. Boleh jadi suatu saat mereka berubah menjadi baik. Setiap kita punya dosa. Bahkan di zaman seperti ini, tak satupun dari kita yang terbebas dari debu-debu dosa. Berubahnya rasa benci menjadi cinta, dalam wilayah keyakinan Islam, bahkan merupakan harapan yang ditanamkan Allah kepada Rasulullah dan para sahabat-sahabatnya. Di dalam Surat Al-Mumtahanah ayat 7, dengan jelas Allah berfirman, “Mudah-mudahan Allah menimbulkan kasih sayang antaramu dengan orang-orang yang kamu musuhi di antara mereka. Dan Allah adalah Maha Kuasa. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” Pada ayat-ayat berikutnya, proses menuju peluang berubahnya rasa benci menjadi cinta itu juga diajarkan. Ialah dengan tetap menjaga hubungan baik dengan orangorang non Muslim, selama mereka tidak memerangi Islam dan kaum Muslimin. “Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orangorang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangi kamu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” Menurut Ibnu Katsir, “Harapan itu maksudnya adalah Allah mengubah cinta sesudah benci, rasa sayang sesudah berlawanan, keakraban sesudah tercerai berai.” Allah sendiri, kemudian mewujudkan harapan itu pada diri Rasulullah dan sahabatnya. Seperti dijelaskan Imam Thobari, “Orang-orang Quraisy kemudian banyak yang masuk Islam ketika kota Mekkah ditaklukkan.” Sementara Sayyid Qutb menjelaskan tentang ini, “Sesungguhnya Islam itu agama damai. Ideologinya cinta. Ia adalah aturan yang diharapkan seluruh alam semesta berteduh di bawah naungannya. Menegakkan aturannya dan berada dalam ikatan panji Allah sebagai sesama saudara yang saling mengenal dan mencintai. Tidak ada penghalang ke jalan ini kecuali permusuhan dari para musuhnya, yang memerangi Islam tarbawi/wasilah 8 Tarbawi Edisi 225 Th.11, Rabiul Akhir 1431, 8 April 2010 Edisi 225 Th.11, Rabiul Akhir 1431, 8 April 2010 Tarbawi 9 dan kaum Muslimin. Adapun bila mereka bersikap baik kepada kaum Muslim, maka Islam tidak berhasrat untuk memusuhi mereka, tidak juga berminat memerangi mereka. Bahkan, dalam keadaan bermusuhan sekalipun, masih ada harapan untuk tumbuhnya cinta di dalam hati dalam bentuk perilaku yang bersih dan interaksi yang adil. Sebagai sebentuk penantian akan suatu hari ketika mereka yang memusuhi dan membenci itu berubah menyadari dan menerima bahwa kebaikan ada pada pilihan bergabung dengan panji Islam yang agung. Agama ini tidak pernah berputus asa untuk menanti hari itu, hari di mana jiwa-jiwa menjadi lurus, lalu meniti jalan Islam yang lurus itu.” Kita tidak bisa mengklaim bahwa bahwa apa yang kita benci hari ini, pasti akan seperti yang kita saksikan hari ini, selamanya. Atau kita memastikan bahwa ke depan semuanya akan seperti yang kita yakini saat ini. Itu tidak benar. Sebab hal itu bertentangan dengan prinsip Islam, bahwa besok hari tidak pernah kita ketahui. “Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok.” Menerima kenyataan bahwa mungkin saja ada yang berubah dalam benci dan cinta, akan memberi kesiapan bagi diri kita sendiri. Sebab kita terhindar dari terlalu banyak terbentur hentakan-hentakan ekstrim secara perasaan. Dari benci yang tak memberi ruang untuk berubah, tibatiba terhempas menjadi cinta yang tak bisa dihindari. Hempasan dari ekstrim benci menjadi ekstrim cinta, keduanya menguras emosi dan melabilkan pendirian. Perubahan benci menjadi cinta bisa kar10 Tarbawi ena berbagai alasan. Tetapi Imam Thabrani mencontohkan pilihannya menerima Aljarudi, menjadikannya murid istimewa yang selalu dihadirkan didekatnya. Alasannya adalah pengetahuan. Landasan perubahan dari benci ke cinta, dan juga sebaliknya, harus jelas, kuat, dan dapat dipertanggungjawabkan. Untuk itu kita memerlukan pengetahuan yang bisa memperbaiki persepsi kita. Memperbaiki keyakinan kita. Memperbaiki pemahaman kita tentang sesuatu, mengapa kita benci lalu kita berubah mencintainya. Kita memerlukan pengetahuan agar kita punya alasan mengubah benci menjadi cinta. Pengetahuan juga kita perlukan sebagai pengimbang atas benci dan cinta yang hanya semata didasarkan pada perasaan. Karena itu, semakin bertambah baik penge tahuan kita, maka akan semakin banyak alat penghayatan yang kita miliki untuk mencintai sesuatu secara benar. Pengetahuan yang berkualitas bisa menunjukkan kepada diri kita arah yang tepat untuk mengganti benci dengan cinta, tanpa harus terhinakan. Benci yang tanpa pengetahuan bisa menjerumuskan kepada tindakan membahayakan. Begitu pula cinta yang tanpa pengetahuan, bisa menyesatkan kita ke jalan yang merugikan. Sebesar apa sesuatu yang kita cintai itu, sebesar itu pula pengetahuan kita perlukan untuk menjalaninya. Cinta kepada Allah memerlukan pengetahuan, ilmu, dan tentu saja terlebih dahulu iman. Itu sebabnya, orang-orang yang tidak punya pengetahuan dalam soal mencintai Allah, bisa terjebak kepada cara mencintai yang keliru. Di antaranya seperti yang dijelaskan sendiri oleh Al-Qur’an, “Dan di antara manusia Edisi 225 Th.11, Rabiul Akhir 1431, 8 April 2010 ada orang-orang yang menyembah tan dingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah.” (QS. Al-Baqarah: 165). Mencintai keluarga, orang tua, kakak, adik, anak-anak, saudara, dengan pengetahuan berpusat pada perintah menjaga me reka dari api neraka. Sekaligus menyadari bahwa mereka adalah ujian dan fitnah. Benci yang berubah menjadi cinta, juga pelajaran tentang pentingnya menanamkan harapan di dalam diri. Bahwa apa yang kita benci, boleh jadi suatu hari bisa kita terima. Bahkan berbalik menjadi sesuatu yang sa ngat kita perlukan, yang kita tidak bisa lepas darinya. Tentu saja tidak ada tempat dalam pembahasan ini bagi sesuatu yang jelas-jelas haram. Menyisakan harapan seringkali kita perlukan lebih dan lebih, justru di saat-saat kita sendiri merasa segalanya seperti tak ada jalan. Harapan yang dihidupkan di tengah benci, akan perlahan mendorong kita untuk optimis. Menjadikannya sebagai obat. Harapan yang dihidupan di tengah suasana melimpah, tanpa ada beban yang melingkupi, bisa menjebak kita menjadi tamak. Ia hadir tanpa adrenalin yang membuatnya punya gairah. Benci yang mungkin hari ini berubah menjadi cinta, adalah pelajaran tentang pentingnya sikap pertengahan. Dan itulah pilar utama ajaran Islam. Dalam istilah Umar bin Khatab, cinta yang baik adalah cinta yang tidak menyandera, benci yang baik adalah benci yang tidak membuat binasa. Bila kita mencintai sesuatu hari ini, jangan sampai melampaui batas. Demikian Edisi 225 Th.11, Rabiul Akhir 1431, 8 April 2010 juga bila kita membenci sesuatu, jangan sampai melampaui batas. Seperti nasehat Ibnul Jauzi, “Jadikan rasa cenderungmu senantiasa wajar.” Sebab, sebagaimana pesan Rasulullah yang dishahihkan oleh Albani, “Cintailah apa yang engkau cintai dengan seperlunya, siapa tahu ia akan menjadi apa yang engkau benci suatu hari nanti. Bencilah apa yang engkau benci seperlunya. Siapa tahu ia akan engkau cintai suatu hari nanti.” Bersikap pertengahan adalah puncak peradaban Islam yang memberinya keunik an dan keunggulan dibanding agamaagama sebelumnya. Tetapi justru di situ ujian kita. Sebab secara anatomi biologis dan psikologis, kita sulit untuk bersikap pertengahan. Cinta, menurut Ibnu Qayyim, adalah landasan bagi hidupnya hati dan asupan jiwa. “Tak ada bagi hati kenikmatan, karunia, dan keberuntungan kecuali bersama cinta. Bila hati kehilangan cinta, maka sakitnya lebih pedih dari mata yang kehilangan cahaya, atau telinga yang kehilangan pendengaran. Tapi, hati akan rusak ketika ia hampa dari mencintai Dzat yang memfitrahkan cinta itu, Allah Yang Maha Mencipta,” jelasnya. Cinta atas sesuatu atau seseorang yang hadir dari kesadaran bahwa membencinya ternyata keliru, bisa membuat kita lebih berdaya. Asal kita menyertainya dengan pengetahuan, rasa harap, dan sikap perte ngahan. Bila hari ini kita tengah mencintai apa yang dulu kita benci, yang kita perlukan hanya bagaimana menjadi lebih mengerti. Seperti ketika pengetahuan mengubah Aljarudi menjadi istimewa dan sangat dicintai gurunya.p Tarbawi 11 tarbawi/noegr Dirosat Kajian Utama Oleh Sulthan Hadi Mungkin, Kini Kita Tengah Mencintai Apa yang Dulu Kita Benci S elalu ada perubahan dalam diri kita, seiring dengan perubahan-perubahan yang dibawa oleh waktu yang terus berjalan. Bukan hanya fisik dan usia, tapi kadang selera, pandangan, pikiran dan perasaan kita, juga ikut berubah. Suasana jiwa, yang diwaklili oleh benci atau cinta kita pada seseorang atau sesuatu, pun kadang bergeser. Perubahan ini diingatkan oleh Imam Al Munawi, “Ketika dia berubah dari kekasih menjadi musuh, karena perubahan masa atau kondisi, yang demikian agar engkau tidak menjadi larut dalam penyesalan ketika cintamu amat sangat, kemudian dia berubah sehingga engkau menjadi membencinya. Atau sebaliknya, engkau menjadi malu ketika engkau tiba-tiba menjadi mencintai dia yang dulu merupakan musuhmu.” Di sini kita coba bicara tentang rasa benci di masa lalu, yang mungkin pernah hadir menyapa seseorang atau sesuatu yang tak kita disukai, dan hari ini telah beralih ketarbawi/ipoer 12 Tarbawi Edisi 225 Th.11, Rabiul Akhir 1431, 8 April 2010 Edisi 225 Th.11, Rabiul Akhir 1431, 8 April 2010 Tarbawi 13 pada cinta yang membuat kita senantiasa bersama seseorang atau sesuatu itu. Tidak semata untuk kenangan masa lalu, tapi untuk menguatkan cinta yang sekarang datang, atau meralatnya jika ia salah, atau untuk sekadar menjaga rasa malu, seperti kata Al Munawi di atas. Kebencian merupakan sebuah emosi yang sangat kuat, yang melambangkan ketidaksukaan, permusuhan, atau antipati terhadap seseorang, sebuah hal, benda, keadaan atau fenomena. Hal ini juga merupakan sebuah keinginan untuk, menghindari, menghancurkan atau menghilangkannya. Kadang pula, kebencian dideskripsikan sebagai lawan dari cinta atau persahabatan, yang seringkali hadir dalam interaksiinterkasi kita dengan sesama. Meskipun kebencian itu selalu ada, tapi terkadang ia tidak abadi. Kadang ia hanya sesaat, setelah itu berganti dengan cinta dan rasa suka. Sebagaimana cinta yang juga kadang berubah. Mungkin, hari ini kita sangat mencintai sesuatu dan merasa tak bisa lepas darinya, padahal sebelumnya kita begitu membencinya. Sekarang ini, barangkali kita sedang berteman akrab dengan seseorang, yang dulu pernah kita sebut sebagai lawan dan kita begitu memusuhinya. Dan memang begitulah adanya kehidupan ini. Sebab benci dan cinta selalu berada dalam hitungan manfaat dan mudharat, atau untung dan rugi dari sudut pandang kita. Jika sesuatu itu bermanfaat untuk kita, maka kita mencintainya. Tapi jika ia memberi mudharat, maka kita membencinya. Meski ada juga orang yang mencintai sesuatu, padahal sesuatu itu sangat berbahaya untuk 14 Tarbawi dirinya dan keselamatannya. Pemuda itu Kini Menjadi Seorang Muslim yang Sangat Mencintai Agamanya Pada dasarnya, semua orang beragama akan meyakini bahwa agamanyalah yang paling benar. Sebagai Muslim, kita pun demikian dan keyakinan seperti itu adalah perkara yang wajib. Selain karena Al Qur’an telah menyatakan itu dengan tegas, dalam agama kita, meragukan sedikit pun sesuatu dari ajaran Islam akan membatalkan kemusliman kita. Namun begitu, meyakini agama sendiri tidak berarti harus membenci orang lain. Karena tak ada agama di dunia ini yang mengajarkan pengikutnya untuk benci kepada orang yang memilih agama yang berbeda. Semua agama mengajarkan kedamaian, kasih sayang, dan kebersamaan. Al Qur’an pula yang dengan tegas menyampaikan kepada kita, “Dan tidaklah Kami mengutusmu (Muhammad) kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam.” (QS. Al Anbiya’: 107) Tetapi kenyataannya, kebencian selalu saja lahir. Dan Islam serta kaum Muslimin seringkali menjadi sasaran kebencian dari orang lain. Sejak zaman Rasulullah saw hingga kini, kebencian itu tidak pernah berakhir. Bahkan di banyak negara, kita menyaksikan umat Islam seringkali mengalami penindasan akibat dari kebencian itu. Sehingga itu Allah mengingatkan kita untuk selalu waspada kepada segolongan orang yang tak pernah mati api kebenciannya, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menEdisi 225 Th.11, Rabiul Akhir 1431, 8 April 2010 imbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya.” (QS. Ali Imran: 118) Kebencian mereka mungkin karena beberapa faktor. Namun secara umum, sebabnya karena mereka tidak tahu. Mereka memusuhi karena pengetahuan mereka yang dangkal tentang Islam. Karena itulah, Rasulullah selalu memaafkan mereka; orang-orang yang memusuhi beliau dan membenci Islam yang dibawanya. “Semoga dari tulang sulbi mereka, lahir anak-anak yang akan mempertuhankan Allah,” sabda beliau suatu ketika. Dalam sejarah Islam, kita mengenal orang-orang yang begitu besar kebencian dan permusuhannya terhadap Islam, seperti Umar bin Khatab dan Abu Sufyan, karena ketidaktahuan mereka. Tetapi setelah itu, mereka berbalik menjadi benteng Islam dan kaum Muslimin, karena cintanya mereka kepada agama ini. Dan di setiap zaman, selalu hadir orang-orang seperti mereka; membenci Islam dan kemudian mencintainya dan menjadi pegangan hidupnya hingga akhir hayat mereka. Di sekitar kita, mungkin kita sering menemukan orang-orang seperti mereka, yang awalnya memusuhi kita, tetapi setelah sempurna pengetahuannya, mereka menjadi bagian dari kita, yang mencintai dan membela agama ini. Muhammed Umar Rao, mungkin sebuah contoh yang bisa kita hadirkan di sini. Pemuda India berusia 20 tahun ini Edisi 225 Th.11, Rabiul Akhir 1431, 8 April 2010 awalnya sangat membenci umat Islam. Lahir dari keluarga kelas menengah berkasta Brahma, sejak kecil Rao sudah dididik dengan ajaran dan nilai-nilai Hindu. Pendidikan agamanya ia peroleh langsung dari seorang pamannya. Sementara keluarga besarnya memang dikenal sebagai keluarga yang sangat membenci umat Islam. Karenanya, tak mengherankan jika ia tumbuh menjadi seorang pemeluk Hindu yang fanatik. Di usianya yang masih belia, Rao bergabung dengan salah satu kelompok politik nasionalis Hindu terbesar di India, Rashtriya Swayamsevak Sangh (RSS). Di India, RSS dikenal sebagai kelompok Hindu garis keras yang sangat membenci umat Islam. “Saya selalu menebar kebencian terhadap Islam, termasuk di ruang publik sekali pun,” ungkapnya. Salah satu contohnya adalah Rao kerap mengencangkan volume musik yang sedang dinikmatinya manakala terdengar suara adzan. Perkenalannya dengan Islam terjadi ketika sang ibu memintanya untuk bekerja pada sebuah perusahaan yang pemiliknya seorang Muslim selama liburan musim panas. Tentu saja permintaan tersebut ditolak Rao, mengingat sejak kecil ia sudah benci dengan orang Muslim. Agar tidak mengecewakan orang tuanya, ia kemudian memutuskan untuk mengisi liburan musim panas dengan bekerja di sebuah perusahaan yang dikelola oleh non-Muslim. Namun, Rao tidak menyukai pekerjaan tersebut. Ia pun memutuskan untuk keluar dan lebih berkonsentrasi pada studinya agar setelah lulus nanti bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Berbeda dengan Rao, ibu serta saudara perempuannya 15 15 Tarbawi 15 15 justru memilih untuk bekerja paruh waktu di perusahaan Muslim tersebut selama dua bulan. Mereka, ungkapnya, sangat terkesan dengan pemilik perusahaan tersebut. Melihat orang-orang dekatnya selalu memuji si pemilik perusahaan, Rao semakin membenci orang Muslim. Akan tetapi, didorong oleh rasa bersalah karena tidak bisa menjadi orang yang berguna bagi keluarga, ia pun memutuskan untuk menerima tawaran pekerjaan yang diberikan ibunya. Kebenciannya terhadap Islam semakin besar, manakala ia mengetahui banyak di antara karyawan non-Muslim yang bekerja di perusahaan tersebut memeluk Islam. Rao ingin membuktikan bahwa agamanyalah paling benar. Ia kemudian mulai melakukan studi mengenai perbandingan agama. Dan sejak saat itu, untuk mengetahui lebih banyak mengenai Islam, Rao pun mulai membaca terjemahan Al Quran berbahasa Inggris. Ternyata, hal itu membawa perubahan lain dalam kehidupannya. ”Setelah membacanya, saya seperti terjebak dalam ketakutan, keraguan, dan menyadari kenyataan bahwa yang selama ini saya perbuat adalah salah. 16 Tarbawi freephotosbank Agama yang saya yakini selama ini ternyata hanyalah imajinasi, mitos dan kisah-kisah palsu,” paparnya. Ia bertanya kepadanya ibunya tentang wujud Tuhan, tapi tak sanggup menjawabnya. Suatu hari, Rao membaca sebuah ayat, “Dan apabila dikatakan kepada mereka, ‘Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah,’ mereka menjawab: ‘(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami’. (Apakah mereka akan mengikuti juga, walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apa pun, dan tidak mendapat petunjuk?” (QS. Al Baqarah: 170) Pandangannya juga tertuju pada ayat, “Itu adalah umat yang lalu, baginya apa yang telah diusahakannya dan bagimu apa yang sudah kamu usahakan, dan kamu tidak akan diminta pertanggungjawaban tentang apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al Baqarah: 134) Ketika membaca kedua ayat tersebut, Rao merasa takjub karena penjelasan dalam kedua ayat Al Qur’an ini sama persis seperti pertanyaan yang ia ajukan kepada ibunya. Ia merasa tertohok oleh kedua ayat ini. Ia menyadari bahwa untuk semua pertanyaan yang selama ini bersemayam dalam kepalanya, ternyata jawabannya ada di dalam Al Qur’an. Sejak saat itu secara perlahan-lahan, dia mulai mengh- Edisi 225 Th.11, Rabiul Akhir 1431, 8 April 2010 entikan kebiasaan menyembah patung para dewa Hindu dan berhenti melakukan Pooja. Bersama saudara perempuannya, Rao akhirnya memutuskan untuk keluar dari rumah, dan hidup terpisah dari keluarga besarnya. Kini, pemuda India ini, tergolong seorang Muslim yang sangat taat beribadah. Ia yang awalnya menjadi kelompok pembenci Islam, kini setelah mempelajari Islam secara seksama, ia mencintai agama yang dibawa Nabi Muhammad saw ini. Bahkan, ketika ada sentimen negatif terhadap Islam dari kalangan non-Muslim, Rao selalu berada di barisan terdepan dan menjadi pembelanya. Ia meyakini agama Islam sebagai agama yang damai dan cinta kasih, serta untuk kemuliaan umat manusia. Sebuah keyakinan yang dulu ia tidak miliki. “Dulu, Suamiku adalah Laki-laki yang Paling Aku Benci” Seringkali, penilaian kita terhadap seseorang terbangun dari awal mula kita bertemu dengannya. Seperti halnya cinta yang bermula dari pandangan pertama, benci pun terkadang lahir karena kesan pertama yang tidak mengundang simpati. Banyak orang membenci seseorang atau sesuatu karena bermula dari kesan yang kurang nyaman, padahal yang tampak tidaklah selalu sama dengan yang tidak tampak. Yang terlihat tidak melulu lebih buruk dari yang tersembunyi. Memang, dalam agama kita diajarkan untuk menghukumi sesuatu dari sisi lahirnya. Namun agama juga mengajarkan kita untuk selalu berhusnu zhan; berbaik sangka dan berpandangan positif terhadap seseorang atau sesuatu. Artinya, ada perimbangan yang harus kita lakukan dalam meEdisi 225 Th.11, Rabiul Akhir 1431, 8 April 2010 nilai sesuatu. Semua sisi harus diperhatikan, agar kita tidak salah dan terlalu membenci sesuatu yang dalam pandangan kita terlihat buruk padahal ia menyimpan kebaikan untuk kita; seperti obat yang terasa sangat pahit di lidah, namun menjadi sebab bagi kesembuhan pernyakit yang kita derita. Dalam sebuah reality show pencarian bakat di Inggris, seorang wanita berusia hampir setengah abad, Susan Boyle, tampil sebagai peserta. Umurnya yang 47 tahun, tubuhnya yang gemuk, serta busana yang sederhana, nyaris menjadi tertawaan semua orang yang hadir, termasuk tiga orang jurinya. Tak ada orang yang respek padanya ketika ia melangkah memasuki panggung dan saat ia memperkenalkan dirinya. Salah seorang juri, Simon Cowell, bahkan sempat terlihat sinis, meledeknya, dan menyangsikan kemampuannya. Namun ketika Susan menyanyikan sebuah lagu, para juri dan penonton tercengang akan suara merdunya. Penonton kemudian banyak yang berdiri tanda salut dan suka mereka padanya. Seketika, pandangan sinis itu berganti kekaguman dan tepuk tangan, hanya setelah yang tersembunyi itu diperlihatkan. Susan Boyle hanyalah sekadar contoh, bahwa kita tak boleh sinis menilai orang lain hanya karena di awal kita tidak memiliki kesan baik padanya. Setiap orang, diciptakan oleh Allah dengan keunikan, kekurangan dan kelebihannya masing-masing. Maka janganlah kita terlalu cepat menilai orang, apalagi membenci dan menghinanya. Sebab boleh jadi setelah itu kita akan temukan sesuatu yang istimewa dalam dirinya, yang membuat kita terkagum-kagum. Banyak orang yang awalnya membenci seseorang atau sesuatu karena hal buruk Tarbawi 17 yang ia temukan padanya. Tetapi pada interaksi berikutnya, ternyata hidupnya tak lagi bisa dipisahkan dari orang atau sesuatu itu, karena dia telah menemukan chemistry dengannya. Dia telah berpadu dan telah menemukan kebahagiaan bersamanya. Seorang istri bercerita, betapa ia sangat benci kepada suaminya sebelum ia menikah dengannya. “Dulu, suamiku adalah laki-laki yang paling aku benci. Saya merasa, dia benar-benar orang yang menyebalkan. Melihat sikapnya yang sombong, saya sampai berjanji pada diri sendiri untuk membuat hidupnya tidak nyaman, sebab telah membuat saya kesal,” katanya menuturkan. Tetapi ternyata, saat itu si suami juga punya pikiran yang sama dengan istrinya, karena melihat sosoknya yang suka bernampilan norak, tidak tahu malu, dan berpakaian yang tidak sesuai dengan lingkungan tinggalnya. “Menurut suami, saya orang yang nggak bisa ngaca dan nggak bisa ngukur diri. Dia sangat benci sama saya,” tambahnya. Tetapi akhirnya, keduanya menikah. Dan hingga kini mereka saling mencintai dan mengasihi, hidup dalam sebuah rumah tangga yang damai, dengan anak-anak yang menyenangkan dan membahagiakan. Sekarang, mari tatap lekat-lekat sekitar kita. Di rumah kita. Boleh jadi istri atau suami tercinta yang sedang duduk di dekat kita, adalah orang yang dulu pernah kita cela sesuatu yang terkait dirinya: fisiknya, sukunya, logat bahasanya, atau apa saja. Lihat juga pekerjaan kita, kendaraan kita, kampung yang kita tinggali, mungkin dahulu ada sesuatu yang kita cemooh darinya karena begitu buruknya dalam pandangan kita pada kesan pertama. Tapi itu dulu, 18 Tarbawi sebab sekarang semua telah menyatu dengan hidup kita, bersama hari-hari kita, saat ini. Akhirnya, Keterpasaan Mengubah Benci Menjadi Cinta Setiap orang adalah pribadi yang unik, punya selera dan kecenderungannya masing-masing, serta memiliki ruang pengalaman dalam kehidupan ini yang berbeda dengan yang lain. Dan benci, yang merupakan tabiat manusia itu, terkadang pula berawal dari selera, kecenderungan, dan ruang pengalaman yang berbeda ini. Karena itulah maka kehidupan ini begitu bervariasi, beragam, dan penuh warna. Untuk sesuatu tertentu, kita tidak bisa memaksa orang lain untuk suka atau tidak suka, untuk benci atau cinta, kecuali karena itu sebuah perintah dari agama. Sebab semua orang punya selera. Punya rasa dan kecenderungan. Ketika Barirah ra satusnya berubah menjadi orang merdeka, sedang suaminya,Mughits ra, masih berstatus budak, ia ingin bercerai darinya. Ibnu Abbas mengisahkan, “Suami Barirah adalah seorang hamba, namanya adalah Mugits. Aku melihat dia berjalan berputar-putar di belakang Barirah sambil menangis. Air matanya mengalir membasahi janggutnya. Rasulullah saw berkata kepada Abbas, “Tidakkah engkau kagum pada cinta Mugits terhadap Barirah dan bencinya Barirah pada Mugits?” Rasulullah kemudian bersabda kepada Barirah, “Andai engkau mau kembali kepadanya.” Barirah menjawab, “Apakah ini perintah? Akan aku lakukan!” “Tidak, ini hanya sekadar saran untuk kebaikan,” tegas Rasulullah saw. Edisi 225 Th.11, Rabiul Akhir 1431, 8 April 2010 Barirah pun memilih pilihannya sendiri, berpisah dari suaminya. Dan Rasulullah saw menghargai pilihan itu. Seperti halnya beliau menghargai pilihan Zainab yang seorang keturunan bangsawan, untuk berpisah dari Zaid bin Haritsah, anak angkat beliau yang berkulit hitam. Setiap orang memang punya pilihan, punya selera, dan punya kecenderungan yang selalu ingin ia wujudkan dan penuhi. Tetapi, terkadang karena suatu hal selera itu sulit untuk dipenuhi, melainkan dihadapkan pada suatu keadaan yang bertentangan dengan selera dan kecenderungannya. Keterpkasaan dan tidak adanya pilihan seringkali justru membuat seseorang kemudian mencintai sesuatu yang tadinya tidak ia sukai. Seorang wanita yang sekarang bekerja sebagai akuntan bercerita, “Dulu, saya paling tidak suka dengan akuntansi. Kalau pelajaran akuntansi pasti saya malas banget. Benci sekali rasanya. Tanpa diduga, setelah keluar SMEA dan saya bekerja di pabrik besi, saya disuruh mengerjakan akuntansi. Terpaksa saya membeli buku-buku akuntansi untuk dipelajari. Lama-lama saya suka, dan akhirnya saya memutuskan untuk kuliah di jurusan akuntansi juga dan inilah pekerjaan utama saya sekarang.” Seorang trainer perusahaan juga bercerita, bahwa dulu yang paling dia benci adalah bertemu dengan orang banyak, terlebih berbicara di depan mereka. Tapi karena suatu hari ia dipaksa oleh atasannya untuk mempresentasikan bahan rapat yang telah ia rumuskan sendiri, ia seolah mendobrak sebuah tembok yang selama ini selalu dihindarinya. Sejak itu ia berubah mencintai sesuatu yang dulu dibencinya. Ia Edisi 225 Th.11, Rabiul Akhir 1431, 8 April 2010 selalu senang jika bertemu orang banyak dan diberi kesempatan untuk menyampaikan gagasannya. Mungkin di antara kita juga ada yang pernah mengalami hal yang sama; dulu sangat benci terhadap sesuatu, tapi sekarang justru berbalik menekuninya dan mencintainya. Tapi begitulah hidup, keadaan terkadang memaksa kita untuk mengakrabi sesuatu, karena tak ada pilihan yang lain. Semuanya akan tetap menyenangkan, jika kita menjalaninya dengan ridha dan ikhlas. Kezhaliman itu Berganti Cinta, Setelah Pengajaran Allah Datang Warna keadaan kita yang saling berbeda, sesungguhnya adalah romantika kehidupan yang seharusnya melahirkan keharmonisan dan dinamiki untuk saling berbagi dan saling mengasihi. Sebab kita tahu, bahwa roda kehidupan itu tidak selalu menempatkan kita pada posisi puncak, ataupun sebaliknya. Hari ini mungkin kita sedang beruntung, tapi besok kita belum tentu di posisi yang sama. Ironisnya, sebagian orang kadangkala membawa keadaan atau posisi yang berbeda itu untuk menumbuhkan permusuhan dan menebar kebencian. Ada orang kecil yang selalu curiga dengan harta melimpah yang dimiliki orang-orang berkuasa. Sebaliknya, ada orang-orang berkuasa yang kerap memperlakukan orang-orang kecil layaknya hamba sahaya. Tidak ada interaksi yang harmonis yang bisa diciptakan di antara orang-orang yang selalu mendahulukan rasa curiga dan benci seperti itu, sebab sebenarnya kebencian yang lahir dari keadaan tersebut, dari dua sisi yang berlawanan itu, Tarbawi 19 tiada lain adalah kezhaliman. Pengajaran Allah lah yang terkadang menyadarkan manusia dari kebenciannya, yang telah melahirkan kezhaliman kepada orang lain. Allah lah yang mengubah rasa benci mereka dengan cinta, dengan suatu keadaan yang ditimpakan kepada orang yang berbuat zhalim. Di sebuah koran berbahasa Arab terbitan Mesir, seorang ibu rumah tangga menceritakan pengakuannya atas perlakuan kasarnya dan suaminya terhadap seorang pembantu wanitanya, yang mereka siksa hingga mengalami kebutaan. “Aku seorang ibu rumah tangga dengan satu putra dan satu putrid. Sejak memulai lembaran hidup bersama suamiku, rumah tangga kami selalu berkecukupan. Sejak kami memiliki anak, aku meminta bantuan banyak baby sitter untuk mendidik anak-anakku. Tapi mereka tidak ada yang bertahan lebih dari dua bulan bersamaku, karena perlakuan kasar suamiku dan tabiatnya yang bengis. Siksaan yang ditimpakan suamiku kepada mereka sangat beragam. Dan tak kupungkiri bahwa terkadang aku juga ikut terlibat dalam kejahatan itu,” tuturnya mengawali cerita. “Suatu ketika, kami didatangi seorang petani membawa seorang putrinya yang masih belia untuk bekerja dalam keluarga kami. Melihat keadaan petani itu, suamiku menerimanya dengan sikap sombong dan raut muka yang tak bersahabat. Setelah menyepakati bayaran pekerjaannya, saat itu juga gadis tersebut memulai lembaran barunya bersama keluarga kami. Setiap hari, setelah bangun tidur dia membantuku dan menyiapkan makanan anak-anakku. Lalu dia mengambil tas sekolah dan mem20 Tarbawi bawanya ke pinggir jalan, menunggu bis sekolah menjemput anak-anakku. Setelah itu, dia kembali ke rumah untuk menyantap sarapan yang hanya berupa kacang dan roti yang hampir basi, lalu bergegas melakukan pekerjaannya dari mencuci, mengelap, belanja sayur-sayuran, memasak dan sejumlah perintah lainnya. Jika ada kesalahan dan kelalaian, suamiku langsung menghujamkan pukulan yang sangat keras kepadanya, dan dia hanya bisa menahan sambil menangis penuh sabar. Meski begitu, dia sangat amanah, setia dan ikhlas terhadap kami. Dia tetap gembira dengan sesuatu yang paling sedikit pun,” lanjutnya. “Aku sebenarnya terkadang merasa iba pada gadis ini dan melarang suamiku memukulinya, tapi dengan penuh kebencian, ia malah menjawab, “Orang semacam ini tak layak mendapat perlakuan baik.” “Begitulah perlakuan kami yang setiap hari ia terima, hingga akhirnya ia tak kuat lagi dan melarikan diri dari rumah dalam keadaan hampir buta, setelah sepuluh yahun bersama kami.” “Selang beberapa tahun kemudian, suamiku memasuki masa pensiun. Sementara putraku telah lulus perguruan tinggi, lalu bekerja dan menikah. Kami tentu merasa sangat bahagia, dan kebahagiaan itu hampir sempurna ketika tahu bahwa menantuku telah hamil. Namun betapa terpukulnya kami sewaktu mengetahui bahwa bayi yang dilahirkannya buta. Kebahagiaan pun berubah menjadi kesedihan. Kejadian ini membuat menantuku trauma untuk melahirkan kembali. Tapi berkat motivasi seorang dokter dan dorongan dari kami, dia pun akhirnya mau hamil lagi. Tak lama setelah itu lahirlah seorang Edisi 225 Th.11, Rabiul Akhir 1431, 8 April 2010 bayi perempuan yang cantik. Dokter pun menyampaikan berita gembira kepada kami bahwa bayinya bisa melihat, seperti umumnya bayi normal. Berita itu kami sambut dengan penuh bahagia. Tetapi setelah beberapa bulan, kami perhatikan pandangan bayi itu tertuju hanya pada satu arah. Kami lalu memeriksakannya kepada dokter spesialis mata. Betapa terpukulnya kami, sebab bayi tersebut ternyata tidak bisa melihat selain hanya seberkas cahaya, dan bahwa dia juga dihadapkan pada kebutaan. Seketika suamiku mengalami depresi yang membuat hari-harinya seperti tak berarti. Dia pun membenci segala sesuatu. Para dokter menasehati kami untuk memasukkannya ke pusat terapi kejiwaan untuk menyembuhkannya dari beban kesedihan. Saya pun merasa patah arang. Di kala itulah, tiba-tiba aku ingat terhadap gadis malang yang lari dari siksaan kami dalam keadaan buta. Jiwaku menjadi keruh karena sedih, apakah ini sebagai hukuman langit kepada kami atas perbuatan buruk kami terhadapnya. Harapanku terpaut pada ampunan Rabbku terhadap dosa yang telah kami perbuat. Aku ingin segera menemukan gadis tersebut dan akan menebus apa yang telah kami lakukan kepadanya. Setelah mencari dan bertanya tentangnya, akhirnya kami mengetahui bahwa dia bekerja sebagai pelayan di sebuah masjid. Kami segera menemuinya dan mengajaknya untuk tinggal bersama, sepanjang hari-hari kami yang masih tersisa. Meski masih membekas memori kebencian dan kekejaman masa lalu, dia tetap senang dengan ajakan kami untuk kembali bersamanya. Dia meraba jalan sambil kupegangi Edisi 225 Th.11, Rabiul Akhir 1431, 8 April 2010 tangannya. Gadis itu kini tinggal bersama kami. Aku dan suami sangat mencintainya, bahkan selalu setia melayaninya bersama kedua cucu kami yang buta. Doaku kepada Tuhan, agar mengampuni dosa-dosa kami yang telah lalu. Dan kukatakan kepada orang yang tak punya rasa belas kasihan di hatinya, “Sesungguhnya Allah Mahahidup dan tidak tidur, maka janganlah kalian membenci dan berlaku kejam pada seseorang, niscaya akan datang hari di mana kalian akan menyesali apa yang telah kalian perbuat sewaktu kalian kuat dan berkuasa.” Kebencian yang tidak pada tempatnya memang sudah seharusnya berakhir. Lalu kita ganti dengan cinta yang memberi rasa aman. Dan seharusnya kita juga lebih pandai menata benci, sebab terkadang yang kita benci hari ini, mungkin esok akan menjadi freephotosbank Tarbawi 21 tarbawi/ronalt kardoni Dirosat Kajian Utama Oleh Sulthan Hadi K adang, kita berjumpa dengan seseorang dalam kehidupan kita, di tempat kerja kita, di jalan, lingkungan kita, di mana saja dan dengan cara apa saja. Lalu karena sesuatu hal, kita merasa tidak suka kepadanya, sulit menghormatinya, atau mungkin kita merasa penting akan keberadaannya; enggan mendengar ucapannya dan melihat perilakunya. Sosoknya seakan hanya dipenuhi aib dan cela. Namun suatu ketika, tiba-tiba saja ada hal lain yang membuat kita kagum kepadanya, mengubah persepsi buruk kita terhadapnya, sehingga benci kita kemudian berbalik menjadi cinta. Begitulah biasanya rasa benci atau cinta kita kepada seseorang atau sesuatu. Dia kadang berubah dan berbalik, seketika. Perubahan itu adalah hal biasa dan wajar, sebab memang kadang kebenaran atau kebaikan yang kita inginkan dari sesutau itu datang belakangan. Yang penting perubahan itu tidak mengarah kepada yang menjerumuskan kita. Karena itu, benci dan cinta harus selalu ditata dan dikoreksi dengan melihat berbagai hal. Bencilah Sekadarnya, Cintailah Seperlunya tarbawi/rara 22 Tarbawi Edisi 225 Th.11, Rabiul Akhir 1431, 8 April 2010 Edisi 225 Th.11, Rabiul Akhir 1431, 8 April 2010 Tarbawi 23 Pahami Segala Sesuatu dengan Baik Umumnya, pangkal benci itu adalah ketidaktahuan. Banyak hal yang tak kita sukai karena kita memang tidak memiliki pengetahuan yang mendalam tentangnya. Tak paham dan tak mengenalnya lebih jauh. Seperti kebanyakan orang-orang yang memusuhi Islam, mereka membenci Islam karena mereka memang tidak mengetahui hakekat Islam. Mereka hanya menilai Islam dari kulit luarnya, lalu mengambil sebuah kesimpulan dari pemahamannya yang dangkal. Karena itulah, kita dapati Rasulullah saw selalu ingin memaafkan mereka. Ketika beliau dilempari dan dilukai, beliau justru berdoa, “Ya Allah, berilah petunjuk kepada kaumku karena sesungguhnya mereka tidak mengetahui.” Sebab ketidakpahaman itulah yang membuat mereka berlaku demikian. Maka, dalam sejarah beliau menyampaikan risalah, banyak orang kafir yang kebenciannya kemudian berubah menjadi kecintaan, setelah mereka mengenal dan memahami Islam secara baik. Tentang pemahaman, Rasulullah saw pernah bersabda, ‘’Bisa jadi pemilik ilmu bukan termasuk orang yang paham (fakih). Serta, bisa jadi pemilik ilmu (mentransfer ilmunya) kepada orang yang lebih paham.’’ (HR. Tirmidzi) Hadis ini memberi kita kesimpulan bahwa betapa pemahaman mempunyai kedudukan sangat penting dalam kehidupan kita. Maka Rasulullah saw menginginkan umat ini agar tak hanya menjadi pengumpul ilmu atau menjadi seorang alim, namun juga menjadi sekelompok kaum yang punya pemahaman mendalam. 24 Tarbawi Sebab itu, misalnya, ketika mendoakan Ibnu Abbas ra, Rasulullah saw berkata, ‘’Ya Allah, ajarkan takwil padanya dan berikan pemahaman mendalam pada urusan agama.’’ Ilmu tanpa pemahaman mendalam sering kali mendatangkan musibah, fitnah, malapetaka, perpecahan dan kebencian. Dahulu, pada masa Rasul saw, ada seorang Muslim yang kepalanya sedang terluka. Lalu, ia diberi tahu oleh orang-orang yang berada di sekitarnya bahwa kewajiban mandi wajib untuk menghilangkan hadats besar tetap berlaku baginya sekali pun sedang terluka. Mereka mengutip ayat yang berbunyi, ‘’Dan, jika kamu junub, mandilah.’’ (QS. Al Maidah: 6) Ternyata, ketika mengikuti saran mereka, luka yang diderita bertambah parah dan akhirnya ia meninggal. Tatkala hal itu diketahui Rasulullah saw, beliau kaget seraya bersabda, ‘’Mereka telah membunuhnya dan semoga Allah membunuh mereka pula. Mengapa mereka tidak bertanya jika tidak tahu? Obat bodoh adalah bertanya.’’ (HR Abu Daud) Hal yang sama bahkan lebih berbahaya dilakukan oleh kaum Khawarij, di mana dengan hanya berlandaskan nash yang berbunyi, ‘’Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah.’’ (QS Al An’am: 57), mereka berani mengkafirkan dan membunuh para sahabat lantaran dianggap tidak mengindahkan ayat tersebut. Demikianlah dampak berbahaya dari pemahaman yang dangkal terhadap nash agama. Sungguh, sangat menakutkan jika ada orang berani memberi fatwa tentang masalah penting atau menetapkan hukum Edisi 225 Th.11, Rabiul Akhir 1431, 8 April 2010 dalam hal yang belum ia kuasai. Apalagi jika itu disertai sikap menganggap diri paling benar, sementara orang lain dianggap salah dan bodoh. Hanya dengan pemahaman yang baik, kebencian dan permusuhan bisa kita tukar dengan kecintaan yang menyejukkan, serta mendapatkan kedamaian yang memberi rasa aman dari kebencian dan prasangka buruk. Temukan Sisi Positif dengan Selalu Berpikir Positif Kata orang, “Musuh yang pintar lebih baik dari teman yang bodoh.” Ungkapan ini memberi isyarat bahwa terhadap sesuatu yang tak kita sukai sekali pun punya unsur kebaikan. Bahwa musuh yang sangat kita benci tapi cerdas, memberi kita pengetahuan tentang penguasaan medan perang, taktik, dan cara memenangi sebuah pertempuran. Barangkali itulah maksudnya Ada pula ungkapan, bahwa tanggung jawab membahagaikan diri sendiri adalah pribadi itu sendiri. Jika ingin merasakan hidup itu menyenangkan, maka berhentilah menyalahkan faktor eksternal di luar diri kita. Ada baiknya melihat ke dalam diri sendiri. Mengapa hidup di mata kita selalu tak lebih dari hidup yang tidak menyenangkan, menjengkelkan, penuh masalah dan terasa membosankan, sehingga kita lebih sering membencinya daripada mencintainya. Jika kita merasa seperti itu, saatnya kini untuk mengubah sudut pandang kita dalam melihat hidup. Jika semua hal terasa salah dan menjengkelkan bisa saja karena kita sendiri melihatnya hanya dari sudut pandang yang negatif saja. Singkat Edisi 225 Th.11, Rabiul Akhir 1431, 8 April 2010 Qobasat Petikan Enam Wasiat Imam Syafi’i Pertama, barangsiapa mempelajari Al-Qur’an, maka mulia nilai dirinya. Kedua, barangsiapa berbicara tentang fiqih, maka akan berkembang kemampuannya. Ketiga, barangsiapa menulis hadits, maka akan kuat hujjahnya. Keempat, barangsiapa mengkaji bahasa, maka akan lembut tabiatnya. Kelima, barangsiapa mengkaji ilmu hitung, maka akan sehat pikirannya. Keenam, barangsiapa tidak menjaga jiwanya, maka ilmunya ti dak akan berguna baginya. (Imam Syafi’i radhialahu ‘anhu) Tarbawi 25 kata,terlalu berpikir negatif tentang banyak hal dan melupakan kalau bukan hanya ada sisi negatif saja dari semua hal yang terjadi. Masih ada sisi positif yang dapat membuat kita menjadi lebih menghargai semua hal. Orang yang berpikir positif itu orang yang berusaha melihat segala hal dari sisi terangnya, sisi baiknya. Kalau pun mereka juga melihat sisi negatifnya, mereka tidak akan terbebani oleh sisi negatif itu. Mereka tidak terlalu membenci. Hal inilah yang kemudian membuat orang yang berpikir positif cenderung optimis dan kerap kali terlihat ceria. Lebih banyak mencintai daripada membenci. Berbeda dengan orang yang hanya bisa memandang dari sisi negatif, ia akan selalu terbebani dengan hal-hal buruk atau dampak negatif dari segala peristiwa. Mereka cenderung pesimis karena pikiranpikiran negatif yang kerap kali muncul di kepalanya. Jika yang terjadi seperti ini, maka energi bukan habis untuk menikmati hidup atau mencapai impian kita yang dapat membuat kita bahagia. Tapi energi itu justru habis terkuras untuk mencemaskan hal-hal yang belum terjadi. Energi tersebut terkikis untuk memusuhi sesuatu yang belum merugikan dirinya. Berpikir postif dimulai dengan menghargai semua hal yang diperoleh dalam hidup. Jangan selalu melihat ke atas, sesekali lihatlah ke bawah. Kita akan menyadari ada banyak orang yang tidak seberuntung kita. Mereka belum tentu memiliki apa yang kita punya. Belum tentu bisa melakukan apa yang kita bisa. Dengan berpikir seperti ini kita akan sangat bersyukur dengn semua yang telah kita dapatkan. 26 Tarbawi Bukankah setiap orang diciptakan bukan hanya dengan kelemahan, namun juga dengan kelebihan masing-masing? Jadi jangan selalu terfokus untuk tenggelam dengan kekurangan kita. Membenci diri sendiri. Namun, jangan juga sesekali lihatlah ke atas. Kita akan melihat banyak orang sukses, ini akan memotivasi untuk berusaha mengejar impian. Fokuslah untuk memperbaiki kekurangan itu dan menonjolkan kelebihan kamu. Bencilah Sekadarnya, Cintailah Seperlunya Benci dan cinta adalah dua hal yang berlawanan, namun kadang dua hal itu bisa saja saling bertukar posisi. Tergantung kondisi yang mempengaruhinya. Ada yang mulanya kita benci lalu jadi cinta. Namun juga ada yang awalnya kita cinta, atau bahkan sangat sayang, tapi kemudian memusuhinya, setelah tahu cela dan kekurangannya. Maka sederhanakanlah keduanya dan berlaku adillah. Benci yang berlebihan akan menimbulkan gelap mata. Sedang cinta berlebihan akan mengakibatkan kekecewaan. Karena itu, apabila kita membenci seseorang atau sesuatu, jangan biarkan rasa benci itu menguasai hidup kita. Sebab, suatu saat nanti boleh jadi rasa benci itu berbalik menjadi cinta. Begitupun, apabila kita mencintai seseorang, jangan biarkan sedikit kesalahan membuat kita membencinya. Karena cinta yang sesungguhnya tak pernah menyimpan dendam dan selalu tulus memaafkan kesalahan, sekali pun kesalahan itu terasa sangat besar dan menyakitkan. Pun sebaliknya, benci yang disertai sikap adil selalu mengharapkan Edisi 225 Th.11, Rabiul Akhir 1431, 8 April 2010 hadirnya kebaikan yang akan mengubahnya menjadi cinta. Rasulullah saw adalah orang yang paling membenci kekufuran. Akan tetapi beliau tidak membenci orang-orang kafir seperti beliau membenci kekufuran mereka. Beliau selalu bersikap adil terhadap mereka. Itulah bedanya beliau dengan orang-orang kafir. Mereka sangat membenci Islam dan juga sangat memusuhi beliau dan sahabatnya. Kepada tetangganya yang seorang Yahudi, yang setiap hari meludahi pakaiannya, menyiramnya dengan kotoran, merintangi jalannya menuju masjid karena benci, beliau tidak pernah sedikit pun membalas. Kepada Suraqah yang membuntuti beliau untuk membunuhnya ketika sedang dalam perjalanan hijrah menuju Madinah, beliau berkali-kali menolongnya di saat kaki kudanya terperosok di telan pasir. Tapi lihatlah, para pembenci itu kemudian berbalik menyayangi beliau, sepanjang hidup mereka. Buya Hamka pernah dipenjara oleh Soekarno karena tidak menyukai pemikirannya. Tapi ketika Soekarno meninggal, Hamkalah yang memimpin shalat janazahnya. Suatu sore di bulan Ramadhan, seorang pemuda penjual sate sedikit kerepotan melayani pembeli yang cukup banyak. Untuk itu ia meminta keluarganya untuk membantunya, termasuk bapaknya. Mereka kemudian sibuk melayani pembeli yang mengantri. Sementara si pemuda sendiri, pulang untuk mengambil lontong dan sate ayam di rumah. Setelah pembeli berkurang dan adzan Maghrib berkumandang, sang bapak Edisi 225 Th.11, Rabiul Akhir 1431, 8 April 2010 menghampirinya dan mengatakan kalau kotak uang penjualan hari itu telah hilang diambil orang. Sebagai tebusannya, sang bapak bersedia bekerja selama Ramadhan meski tak digaji. Seminggu kemudian, menjelang adzan Maghrib seorang pemuda memesan sate ayam beserta lontong. Bapaknya langsung melayaninya. Orang itu dilayaninya dengan istimewa, sehingga si pemuda merasa heran dengan perlakuan bapaknya kepada pembeli itu. Selesai itu, ia bertanya, “Bapak, siapakah dia? Kenapa bapak melayani dengan sangat istimewa? Apa dia pejabat kelurahan?” tanyanya keheranan. “Bukan. Dia adalah orang yang mengambil kotak uangmu tempo hari,” jawab bapaknya. Mendengar jawaban itu, darahnya terasa seperti mendidih, ingin meluapkan kebenciannya pada orang itu. Tapi bapaknya mencegahnya dengan mengatakan. “Jangan kamu luapkan amarahmu. Dia adalah guru sejatimu sebab dari dialah, dirimu bisa belajar mengubah bencimu menjadi cinta.” Benci pada sesuatu yang kita anggap salah dan mengandung cela itu harus. Dan cinta kepada hal yang kita anggap benar juga mesti. Tetapi berlaku adil, seimbang, dan tidak melampaui batas pun sangatlah penting, agar suatu saat nanti, bila ternyata pandangan atau pikiran kita ada yang harus direvisi, kita tidak merasa berat untuk melakukannya. Sebab itu, bencilah sekadarnya dan cintai pula sekadarnya. Bencilah Karena Allah, Cintailah Karena Allah Benci dan cinta adalah perasaan yang Tarbawi 27 tentu dimiliki semua manusia. Tak peduli kaya atau miskin, berkuasa atau rakyat jelata, laki-laki atau perempuan, kecil atau dewasa semua memiliki potensi benci dan cinta dalam dirinya. Benci dan cinta adalah anugerah dari Allah yang ditanamkan-Nya dalam diri kita. Namun begitu, jika kita tak pandai mengelola dan menempatkannya, ia bisa mendatangkan petaka dan penyesalan. Ia bisa menjerumuskan kita. Ia bisa memperlihatkan kekonyolan-kekonyolan kita. Maka, agar benci dan cinta itu menjadi mulia dan mendatangkan pahala, dia selalu harus disandarkan kepada Allah swt. Hanya benci dan cinta karena Allah lah yang paling utama dan akan mendatangkan kebaikan. Karena itu, kita harus selalu bisa mengoreksi dan merekonstruksi kembali rasa benci dan rasa cinta yang kita miliki, yang kita tujukan kepada seseorang atau sesuatu hal. Ada sebuah riwayat, yang mengisahkan dialog yang terjadi antara Musa dengan Allah swt, yang semoga bisa merekonstruksi pemahaman kita tentang cinta dan benci. Allah berfirman, “Hai Musa, adakah kamu beramal karena aku dengan amal yang sempurna?” Musa menjawab, “Tuhanku, aku telah shalat karena-Mu, berpuasa karena-Mu, bersedekah karena-Mu, bersujud dan memuji kepada-Mu, membaca kitab-Mu, dan berdzikir kepada-Mu.” Selanjutnya, Allah bertanya, “Hai Musa, dengan shalat kamu mendapat tanda, dengan puasa kamu mendapat perisai, dengan sedekah kamu mendapat perlindungan, dengan tasbih kamu menda28 Tarbawi pat naungan di surga, dengan membaca kitab-Ku kamu mendapat hiburan, dan dengan dzikir kamu mendapat cahaya. Lalu dengan amal manakah kamu beramal untuk-Ku?” Musa menjawab, “Tunjukkanlah aku, wahai Tuhanku, amal apa yang dapat aku lakukan untuk-Mu?” Allah bertanya lagi, “Apakah kamu pernah mengasihi wali-Ku karena Aku? Dan apakah kamu pernah memusuhi musuh-Ku karena Aku?” Musa pun akhirnya mengerti, bahwa sesungguhnya amal yang paling tinggi adalah mencintai dan membenci hanya karena Allah. Di sini, kita semua pun harus berani mengoreksi rasa benci dan cinta kita. Sudahkah kita menempatkannya dalam keridhaan Allah atau tidak. Barangkali, cinta kita pada kebenaran yang seringkali mengalami degradasi; atau benci kita pada kekufuran, maksiat dan hal-hal yang diharamkan Allah mengalami kelunturan, lantaran kita tidak melakukannya karena Allah. Sehingga boleh jadi dulu kita begitu bersemangat memerangi kemaksiatan, namun sekarang sebagian dari kemaksiatan itu terkadang menjadi sahabat hidup kita. Maka untuk mengkhiri itu, bencilah karena Allah dan cintailah juga karena Allah agar keduanya tidak mempermainkan hidup kita. atau apa yang boleh dicintai dan dibenci, bagaimana cara mencintainya, dan apa ketentuan Allah dan Rasul-Nya dalam metode mencinta dan membenci. Jika dalam hidup ini kita mendapati sesuatu yang memang tak memberi manfaat bahkan menciptakan mudharat, maka jauhilah. Kalau memang agama ini memberikan aturan untuk membencinya maka bencilah. Bencilah sesuatu yang harus dibenci dan cintailah sesutu yang pantas dicintai. Sebab menyayangi sesuatu yang hanya akan memunculkan mudharat, sama halnya kita membinasakan diri sendiri, dan mencintai sesuatu yang tidak layak dicintai sama artinya kita membenci Allah swt dan Rasul-Nya saw. Dalam sebuah hadits, sikap seperti itu adalah hal yang bahkan harus dipinta kepada Allah. Rasulullah saw dalam sabdanya mengajarkan doa, “Ya Allah, cintakanlah kami akan keimanan dan jadikanlah ia hiasan dalam hati-hati kami, dan jadikanlah kami membenci kekufuran, kefasikan dan kemaksiatan.” (HR. Ahmad) Di sekitar kita terlalu banyak hal-hal Jika Sesuatu itu Harus Dibenci, Maka Bencilah Benci dan cinta bukanlah semata kebebasan memilih. Benci serta cinta itu telah ada aturannya di dalam Islam; siapa Edisi 225 Th.11, Rabiul Akhir 1431, 8 April 2010 buruk yang harus kita benci. Terlalu melimpah maksiat yang harus kita jauhi. Dan benci kita kepadanya haruslah selalu awet dan bertahan sampai kapanpun. Benci kita pada hal-hal yang telah jelas diharamkan Allah swt tak boleh luntur, apalagi sampai berubah menjadi cinta. Begitupun, perkara-perkara yang seharusnya kita cintai, janganlah sampai kita membencinya, apalagi mendustakannya. Naudzu billah. Andai ternyata hari ini ada benci kita yang berubah menjadi cinta, atau cinta kita beralih menjadi benci padahal Allah dan Rasulnya mengharuskan sebaliknya, maka segeralah kita membenahi benci dan cinta itu. Karena sekali lagi, dalam wilayah ini, benci dan cinta bukan semata kebebasan memilih tapi akan ada konsekuensi yang mungkin segera menimpa kita. Kita tentu tidak ingin hati ini mejadi hitam legam lantaran benci dan cinta yang salah. Tapi yang kita inginkan, kita mau hidup ini dihiasi dengan cinta dan benci yang memberi kebahagiaan dan rasa aman. Sebab itu, tatalah benci dan cinta kita, agar keduanya tidak membuat kita hancur dan binasa.p tarbawi/ipoer Edisi 225 Th.11, Rabiul Akhir 1431, 8 April 2010 Tarbawi 29 Galeri Dirosat Kini Mereka Mencintai Apa yang Dulu Dibenci Taufik Rahman (38), Petani. Yoanna Arifin, 28, Ibu Rumah Tangga Menemukan Kebenaran Dalam Kebencian Saya dilahirkan dari keluarga yang beda agama. Ayah saya asli Kalimantan, dan ibu saya warga keturunan Belanda. Sejak kecil saya seringkali diperlakukan seperti anak laki-laki, sehingga tidak ada sisi kelembutan pada diri saya sejak kecil hingga beranjak dewasa. Bahkan ketika sekolah, saya adalah satu-satunya siswa perempuan yang diperbolehkan untuk menggunakan pakaian sekolah laki-laki. Untuk memakai rok pun saya tidak bisa, rasanya risih. Mungkin karena kedua orang tua saya menginginkan anak laki-laki sehingga membuat mereka harus mendidik saya layaknya anak laki-laki. Seiring berjalannya waktu, karena di didik layaknya anak laki-laki saya merasa benci menjadi seorang perempuan. Bagi saya pada waktu itu, perempuan adalah simbol kelemahan, penderitaan, bahkan objek penyiksaan laki-laki. Apalagi pada waktu itu yang tertanam dalam pikiran saya, Islam tidak adil memperlakukan kepada perempuan. Dimana Al Qur’an 30 Tarbawi wajib menggunakan jilbab, buat apa? Saya berpikir, mengapa Islam membiarkan perempuan kegerahan dan kepanasan karena harus menggunakan jilbab sepanjang hari. Sampai akhirnya saya memutuskan untuk sekolah Seminari (sekolah khusus untuk menjadi biarawati) karena pada waktu itu saya memutuskan untuk tidak menikah. Karena biarawati tidak boleh menikah. Saya masuk kelas percepatan. Pada kelas itu, kami semua mempelajari Al Qur’an. Di situ pastur saya berpesan bahwa kita harus berhati-hati ketika mempelajari Al Qur’an. Karena, kata pastur saya, Al Qur’an itu bisa mempengaruhi orang lain. Sedikit maupun banyak. Banyak orang yang terpengaruh ketika mempelajari Al Qur’an, sampaisampai mereka berpaling dan pindah ke Islam. Karena tidak tahu, saya membuka Al Qur’an dari belakang, seperti ketika saya membuka buku. Tiba-tiba terpampang di hadapan saya surat Al Ikhlas, saya baca terjemahannya. Di situ dikatakan bahwa Tuhan itu satu, tidak beranak dan tidak pula di peranakkan. Kemudian saya menemukan salah satu surat tentang penciptaan manusia yang berasal dari mani atau sperma, menjadi segumpal darah, tulang berbalut daging Edisi 225 Th.11, Rabiul Akhir 1431, 8 April 2010 sampai ditiupkan ruh. Saya berpikir bahwa, Al Qur’an memiliki semua jawaban yang manusia pertanyakan. Mulai dari penciptaan, kematian hingga kiamat. Dan yang lebih membuat saya terpana adalah ketika saya menemukan surat An Nisa yang artinya wanita. Mengapa ada surat An Nisa pada kitab suci ini? saya mulai bertanya-tanya. Bukankah ini berarti Islam sangat memuliakan perempuan dengan meletakkan kata “Wanita” menjadi salah satu nama dalam Al Qur’an. Di sini, pertanyaan saya terjawab. Hingga akhirnya saya memutuskan untuk keluar dari sekolah itu. Seberapapun pastur saya menjelaskan, saya seperti tidak bisa mencerna. Hidayah Allah memang turun kepada siapa yang di kehendaki-Nya. Saya semakin yakin untuk berhijrah ketika saya yang sangat sedikit merasakan kasih sayang orang tua, menemukan sifat Ar Rahman dan Ar Rahim pada Allah. Inilah yang saya cari, sebuah kasih sayang dari Pemilik kasih sayang itu. Saya ingin kebersamaan, terjawab dengan sifat Al Jami’. Saya ingin keadilan, terjawab oleh sifat Al ‘Adl. Akhirnya saya memutuskan untuk menjadi seorang muslim yang kaffah. Ibu saya masih belum menerima keputusan saya berhijrah. Tapi saya masih berusaha meyakinkannya, bahwa ini adalah keputusan saya yang sudah tidak bisa di ganggu. Bagi saya, Al Qur’an adalah surat cintanya Allah di mana saya menemukan berbagai jawaban dari kebingungan saya selama ini. Dan saya mengazzamkan diri untuk terus membaca Al Qur’an setiap waktu. Dan saya berharap, sebelum saya bertemu dengan-Nya, saya bisa membalas surat cinta-Nya. Entah, bagaimanapun caranya. Edisi 225 Th.11, Rabiul Akhir 1431, 8 April 2010 Annisa (25), Karyawan “Mereka yang Pernah Saya Jauhi, Kini Jadi Bagian Penting Dalam Hidup Saya” Waktu SMP, saya pernah ikut pesantren kilat di sekolah. Banyak ceramah yang menyentuh hati salah satunya adalah tentang jilbab. Sebagai seorang perempuan yang sudah masuk akil baligh, saya sadar harus menutup aurat. Akhirnya, saya pun memutuskan untuk mengenakan jilbab. Keputusan ini ditentang oleh orang tua saya. Alasannya saya masih terlalu muda, tapi saya berusaha meyakinkan mereka kalau keputusan saya ini Insya Allah adalah hal yang Allah ridhai. Alhamdulillah, mereka pun akhirnya mendukung saya untuk terus menggunakan jilbab. Karena masih usia belia, saya menggunakan pakaian yang biasa di pakai oleh remaja seusia saya. Kadang saya memakai pakaian yang pas di badan, waktu saya pikir maklum karena saya masih belajar memperbaiki diri. Perjalanan mencari jati diri terus saya lakukan. Pada prosesnya saya mengalami kegalauan dalam mengenakan jilbab. Entah mengapa, saya merasa kurang suka melihat perempuan dengan pakaian Muslimah seperti jilbab yang menutupi dada dan selalu berpakaian longgar sehingga tubuhnya benar-benar terbungkus rapat. Waktu itu, persepsi saya, perempuan dengan pakaian seperti itu terlalu fanatik dan tidak gaul. Sewaktu SMA pun, ketidaksukaan saya terhadap mereka semakin menjadi. Saya melihat teman-teman saya yang mengTarbawi 31 gunakan jilbab lebar itu selalu bergerombol dengan kalangan mereka saja. Terlalu ekslusif dan ‘hanya kalangan terbatas’ yang bisa ikut bergaul dengan mereka. Sebenarnya saya sempat mengikuti kegiatan kerohanian di sekolah yang mereka adakan. Tetapi, akhirnya jadi malas karena dalam hati sudah ada rasa ketidaksukaan. Saya juga terpengaruh dengan ucapan orang-orang yang saya kenal. Katanya, berhati-hati pilih pengajian. Jangan-jangan di bawa kepada pemahaman yang salah. Pada saat kuliah saya masih merasakan yang sama. Kalau diajak kegiatan pengajian mereka, saya berusaha menolak. Apalagi kalau ajakannya secara memaksa. Saya lebih suka main-main di taman kampus. Atau berlama-lama di kantin. Kegiatan kuliah berjalan datar. Selesai kuliah, main, kemudian istrirahat di tempat kost. Nilai ujian juga biasa-biasa saja. Tidak istimewa. Pandangan saya kepada mereka semakin jelek, ketika ada tugas kelompok. Temanteman saya yang memakai jilbab panjang itu, ada yang tukang telat. Bahkan sering tidak datang. Hanya izin lewat SMS. Ketidaksukaan saya semakin menjadi-jadi. Sebuah perubahan pun terjadi di akhir semester enam masa-masa kuliah. Secara tidak sengaja, saya pulang bersama seorang teman satu jurusan yang mengenakan jilbab panjang. Dia aktivis kampus. Tiga kali berdiskusi dengannya, ada suasana keteduhan. Hati begitu terisi. Ada suasana persaudaraan dan motivasi yang begitu kuat. Kerinduan akan suasana religius terasa memuncak. Seperti kerinduan mendapatkan balasan surga, atas semua amal kita selama didunia ini. Saya minta ikutan pengajian bersamanya. Begitu khidmat. 32 Tarbawi Lima bulan berjalan. Semuanya menjadi lebih indah. Nilai-nilai kuliah semakin bagus. Ada gairah dalam menghadapi hidup. Batin begitu tenang. Saya baru tersadar kenapa dulu mereka jarang “nongkrong”. Mereka tidak ingin menghabiskan waktu hanya untuk sekadar ngerumpi atau berghibah. Bergaul pun seperlunya saja. Namun tetap bersahabat dengan semua orang. Ramah. Kalau mereka datang telat atau tidak datang saat belajar kelompok, pasti ada tugas yang harus mereka emban di waktu libur. Mengajak lingkungan kampus untuk mengkaji Islam. Memahami dan melaksanakannya. Tidak seperti saya, sewaktu liburan hanya bermain dan tidur. Tetapi, mereka juga punya tanggung jawab besar dan perhatian kepada tugas-tugas kuliah loh. Setelah SMS tidak bisa hadir belajar kelompok biasanya mereka meminta maaf dan minta diberi tugas yang masih belum selesai. Selepas acara bedah buku yang bercerita tentang bidadari syurga, perlahan saya mulai memperbaiki penampilan. Saya mencoba menjadi muslimah yang mencintai sunnah Nabi. Selama ini, teman-teman saya di kampus, termasuk saya sendiri sudah punya pembatas dengan para aktivitis itu. Sudah ada pemikiran yang membuat kita serasa jauh. Jadi, sikap eksklusif terbentuk karena keadaan. Bukan dari tata nilai yang mereka anut. Merasa lebih baik dari orang lain. Bukan itu. Kini, saya menikmati peran saya sebagai seorang muslimah. Mereka dulu yang pernah saya jauhi, karena rasa tidak suka, kini menjadi bagian penting dalam hidup saya. Mereka sangat mencintai saya. Begitupun sebaliknya. p Edisi 225 Th.11, Rabiul Akhir 1431, 8 April 2010 Edisi 225 Th.11, Rabiul Akhir 1431, 8 April 2010 Tarbawi 33 Liqoat | Tatap Muka Oleh M. Lili Nur Aulia harus ada transformasi dari “Manusia Bahan Mentah”Menjadi “Manusia Hasil Olahan” Hal 34 DR. Ahmad Hasan Farahat, Pakar Ilmu Bahasa Al Quran Sebuah program di televisi satelit Aljazeera, yang populer adalah program “Asyari’at wal hayaat” atau Syariat dan Kehidupan. Dalam program ini secara bergilir hadir pakar dan ulama Islam dari berbagai bidang, untuk diwawancarai secara mendalam tentang kepakarannya, tentu juga korelasinya dengan zaman dan kehidupan. photo : Internet Tarbawi Edisi 225 Th.11, Rabiul Akhir 1431, 8 April 2010 D R. Ahmad Hasan Farahat, adalah salah satu tamu dalam program televisi Aljazeera. Kepakarannya dalam ilmu tafsir Al Quran dan lebih khusus lagi, bahasa Al Quran, terbukti dalam berbagai kitab karyanya, juga keberadaannya sebagai dosen di berbagai perguruan tinggi Islam dunia, termasuk di Malaysia. Rubrik Liqoat edisi ini sengaja, mengambil segmen wawancara dengan Ahmad Hasan Farahat, mengingat begitu banyak pemahaman yang bisa kita ambil dari Doktor lulusan Universitas Al Azhar Mesir ini. Bagaimana sikap kita mengkaitkan antara Al Quran sebagai panduan hidup, dan, problematika zaman dan kehidupan? Wawancara yang dipandu oleh host Utsman dari Aljazeera ini akan menjawabnya. Selamat mengikuti. Doktor Ahmad, ada banyak masalah terkait Al Quran dan hubungannya dengan realitas kehidupan kita sekarang. Sejauh mana kepentingan kita untuk kembali kepada Al Quran untuk mengatasi berbagai problem yang kita hadapi sekarang? Bismillahirrahmanirrahim Al hamdulillah wa shalatu wa salamu alaa rasulillah wa ala alihi wa shahbihi ajmain. Semua masalah dan problem itu sebenarnya kembali pada manusia itu sendiri dan sangat terkait dengan karakter manusia itu. Tingkat atau kadar kemanusiaan seseoranglah yang akan menentukan bagaimana sikapnya menghadapi berbagai masalah, dan Edisi 225 Th.11, Rabiul Akhir 1431, 8 April 2010 Tarbawi 35 manusia dalam pemahaman Al Quran, meliputi semua orang, tapi manusia Muslim adalah manusia yang telah melalui proses pembentukan oleh Allah. Karena dalam diri mereka telah terinstall nilai baru yang masuk dalam kehidupan mereka. Ahmad Hasan Farahat bagaimana ia berinteraksi dengan suatu masalah. Maksudnya begini, misi Al Quran ketika diturunkan, untuk mengeluarkan manusia dari zulumaat (kegelapan) pada nuur (cahaya). Dengan ungkapan lain, sesuai misi Al Quran yang disebutkan itu, berarti kita sebagai manusia harus melalui sebuah transformasi kemanusiaan, dari kegelapan menjadi cahaya itu. Inilah perbedaan antara bentuk “manusia bahan mentah” dengan “manusia hasil olahan”. Manusia input artinya seperti bahan mentah, yang memang mempunyai nilai. Seperti barang tambang, misalnya, meski sebagai bahan mentah tentu sudah bernilai. Akan tetapi bahan mentah itu ketika diolah dan dibentuk, pasti bisa memiliki nilai berlipat lipat dan kualitas yang lebih bagus. Itulah yang saya maksud dengan logika “manusia hasil olahan”. Dalam Al Quran logika seperti ini, disebutkan antara lain dalam surat Thoha ayat 41, Allah swt berfirman kepaada Musa alaihissalam, “wash thana’tuka linafsi” (Dan Aku telah memilihmu untuk diri-Ku) . Juga dalam surat yang sama ayat 39 “wa li tushnaa alaa ainii” (Dan supaya kamu diasuh di bawah pengawasan-Ku). Jadi, 36 Tarbawi Manusia seperti ini berbeda dengan manusia umumnya. Itu sebabnya Al Quran itu bisa dikatakan kehidupan baru bagi manusia sehingga dia tidak sama dengan kehidupan manusia lainnya. Karena itulah, Al Quran dinamakan ruuh, sebagaimana dalam Al Quran dikatakan dalam surat Asy Syuuro ayat 52: “Wa kazaalika auhaina ilaika ruuhan min amrinaa maa kunta tadriii mal kitabu walal iiman” (Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu ruuh (al-Quran) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al-Kitab (alQuran) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu). Atau firman Allah dalam surat Al Anfal ayat 24 ; Yaa ayyuhalladziina amanus tajiibuu lillahi walirrasul idzaa daaakum limaa yuhyikum” ( Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu). Jadi, di sana ada manusia yang menjalani kehidupan istimewa, dan ada kehidupan yang sama dengan umumnya manusia . Apakah ini artinya, permasalahan itu bersumber pada manusia itu sendiri, sementara Al Quran itu sebenarnya kehidupan bagi manusia pilihan itu? Begini. Misalnya, ketika Al Quran mengatakan dalam surat Al Ma’aarij ayat 19, “Innal insaana khuliqa haluu’an” Edisi 225 Th.11, Rabiul Akhir 1431, 8 April 2010 (Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir ), maksudnya manusia yang mana? Semua manusia diciptakan dengan keluh kesah. Jadi sikap keluh kesah ini adalah sifat dasar manusia yang berinteraksi dengan beragam makhluk lainnya di bumi. Sifat mereka itu, “idza massahu syarru jazuu’an wa idzaa massahul khairu manuu’an”(Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah. dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir ) Tapi perhatikan ayat selanjutnya, “Illal mushallin alladzinahum alaa shalatihim daaimun” (kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat, yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya). Jadi, di sini, telah terinput nilai baru yang kemudian merubah manusia itu dari tabiatnya semula. Manusia ini lalu menjadi manusia yang lain yang berbeda dengan manusia umumnya. Karena itulah, kita bisa memahami logika Al Quran yang mengatakan dalam surat Al Anfal ayat 65, “in yakun minkum isyruuna shoobiruuna yaghlibuu miatainn.” ( Jika ada dua puluh orang yang sabar di antara kamu, niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang musuh). Darimana logika satu orang bisa bernilai lebih baik dari pada 10 orang? Atas dasar apa satu banding sepuluh? Karena kualitas manusia yang sudah melewati fase pembentukan tadi, memang lebih istimewa dengan kualitas manusia yang masih sebagai bahan mentah. Karena manusia itu tadi memiliki hubungan dengan Allah. Lihatlah hadits Rasulullah saw yang menyebutkan, “Tidaklah seorang hambaKu mendekatkan diri kepadaKu dengan sesuatu ibadah yang lebih Aku cintai dari apa yang telah Aku Edisi 225 Th.11, Rabiul Akhir 1431, 8 April 2010 Darimana logika satu orang bisa bernilai lebih baik dari pada 10 orang? Atas dasar apa satu banding sepuluh? Karena kualitas manusia yang sudah melewati fase pembentukan tadi, memang lebih istimewa dengan kualitas manusia yang masih sebagai bahan mentah. wajibkan kepadanya, dan senantiasa seorang hambaKu mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan-amalan sunnah hingga Aku mencintainya. Jika Aku mencintainya jadilah aku sebagai pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, dan sebagai penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, dan sebagai tangannya yang ia gunakan untuk berbuat, dan sebagai kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. (HR. Bukhari Muslim) Jadi, ini contoh, Allah menjadi tangannya yang dia gunakan bekerja, menjadi matanya menjadi pendengarannya. Itulah kekuatan tambahan yang terinstall pada diri manusia ini dari modal pembentukannya yang pertama, sehingga ia bisa menghadapi 10 orang musyrikin. Kembali pada tema solusi Al Quran, Tarbawi 37 Jadi sebenarnya semua yang dibutuhkan manusia dari petunjuk atau hidayah Allah itu, semuanya ada dalam Al Quran ini. Hanya saja bagaimana kita bisa masuk ke dalamnya dan bagaimana kita bisa mengambil petunjuk dari Al Quran. 38 Tarbawi apakah Al Quran mempunyai solusi terhadap semua permasalahan kita, atau Al Quran hanya memberi kunci rahasia bagi solusi masalah yang kikta hadapi lalu membiarkan kita mengkaji bagaimana menggunakankunci itu di waktu yang tepat dan analisa yang tepat untuk keluar dari masalah? Tentu saja Al Q urannul K ar im menyebutkan banyak ayat dalam hal ini. Misalnya “Kitaabun anzalnaahu ilaika mubaarakun (QS. Shad : 23). Apa yang dimaksud mubarak dalam ayat ini? Salah satu artinya, Al Quran memliki banyak kandungan makna, tidak terbatas. Perhatikan salah satu contohnya terkait dengan hal ini. Bagaimana Allah swt menyebutkan makna-makna yang banyak dalam Al Quran, ketika Allah swt berfirman dalam surat Luqman ayat 27: “Walau annama fil ardhi min syajaratin aqlaamun wal bahru yamudduhuu min ba’dihi sab’atu abhurin maa nafidat kalimaatullah..” (Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering) nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana) Apa maksud kalimat Allah apa di sini? Artinya adalah makna-makna dari firman Allah itu. Karena lafaz Al Quran itu terbatas tapi maknanya tidak terbatas. Perhatikanlah Allah swt menyebutnya min syajaratin aqlaamun, artinya menjadi berbeda dengan bila dikatakan min syajarin aqlaamun, yaitu hanya ada satu jenis pohon yang menjadi pena-pena. Sementara yang dimaksudkan dalam ayat ini adalah, semua jenis pohon apa saja dan setiap pohon itu Edisi 225 Th.11, Rabiul Akhir 1431, 8 April 2010 menjadi pena-pena. Bayangkanlah bahwa Anda sedang melakukan perjalanan di sebuah hutan, pikirkanlah berapa banyak pohon di sana yang kemudian seluruh pohon itu, yang besar maupun yang kecil semuanya setiap satu pohon menjadi pena-pena. Lalu bayangkanlah ada tujuh samudera menjadi tinta untuk menuliskan, makna kalimat kalimat Allah. Hingga tinta dari tujuh samudera itu habis tidak akan cukup untuk menuliskan kandungan makna dari kalimat Allah. Makna seperti ini juga ditegaskan oleh Ali radhiallahu anhu tatkala ia diatanya apakah Rasulullah saw meninggalkan wahyu yang belum tersampaikan? Ali ra menjawab, “Tidak, Demi Allah Yang Memecahkan gandum dan Mencabut nyawa, kecuali pemahaman yang Allah berikan pada seorang hamba tentang KitabNya.” Pemahaman yang Allah swt berikan pada hamba-Nya tentang kitab-Nya itu terbuka dan tidak terbatas. Rasulullah saw telah menyampaikan Al Quran sesuai kebutuhan yang diperlukan untuk dijelaskan olehnya. Kemudian meninggalkan banyak ruang bagi manusia untuk dipikirkan secara lebih mendalam. Dalam surat An Nahl ayat 44 Allah swt mengatakan, “wa anzalnaaa ilaika dzikra litubayyina linnasi ma nuzzila ilaihim la’allahum yatafakkaruun” Dan Kami turunkan kepadamu Al Qur’an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan). Atau dalam surat Muhammad ayat 24, “Afalaa yatadabbaruunal quraana am alaa quluubin aqfaaluha.. “ Maka apakah mereka tidak memperhatikan al-Quran ataukah hati mereka terkunci) Edisi 225 Th.11, Rabiul Akhir 1431, 8 April 2010 Jadi sebenarnya semua yang dibutuhkan manusia dari petunjuk atau hidayah Allah itu, semuanya ada dalam Al Quran ini. Hanya saja bagaimana kita bisa masuk ke dalamnya dan bagaimana kita bisa mengambil petunjuk dari Al Quran. Itu masalahnya. Tema tadabbur (merenungkan dan mendalami serta mengambil pelajaran dari Al Quran) mungkin banyak yang tidak dilakukan oleh umat Islam. Mereka lebih banyak hanya mengandalkan aspek tilawah (membaca). Apakah Anda melihat umat Islam seperti itu? Pasti, pada dasarnya tilawah (membaca) Al Quran pun sesuatu yang penting. Kenapa? Karena tilawah itu adalah jalan pertama untuk tafakkur (melakukan pendalaman pemikiran) dan tadabbur (melakukan perenungan untuk mengambil pelajaran). Dari sanalah akan muncul berbagai hasil yang bisa diterapkan dalam prilaku dan sikap. Jadi, kita harus membaca, bertafakkur dan beramal. Seluruhnya saling terkait satu sama lain. Artinya, satu tahapan itu terkait dengan tahapan lainnya. Kita tidak boleh berhenti pada satu tahap saja kemudian selesai. Karenanya sebagian salafushalih mengatakan, “Al Quran ini diturunkan agar mereka mengamalkan isinya. Karena itu amalkanlah dari tilawah Al Quran. “ Lalu, jika kita hanya mencukupkan satu tahap saja, membaca saja, tanpa mengamalkan, itu termasuk kekeliruan besar. Tapi bukankah di sisi lain, Rasulullah saw juga sangat menekankan kita banyak banyak membaca Al Quran? Ya itu tadi, karena tilawah itu pintu Tarbawi 39 pertama pada tafakkur. Dan karena tafakkur adalah jembatan paling penting untuk beramal. Dengan demikian tilawah memang harus dilakukan dan harus diperbanyak. Banyak membaca Al Quran itu artinya karena setiap kali kita membaca Al Quran, akan muncul makna baru yang mungkin belum ada dalam pikiran kita sebelumnya. Itu sekali lagi, karena kandungan Al Quran itu tidak pernah habis. Seorang mufassir bahkan ada yang mengatakan, bahwa ia membaca satu ayat beratus kali, tapi setiap kali ia membaca ayat itu, selalu muncul makna baru dalam pikirannya. Bagaimana caranya agar kita bisa mengambil petunjuk, arahan dan pencerahan dari Al Quran? Kita harus memposisikan diri terhadap Al Quran dalam posisi pikiran yang kosong. Maksudnya begini, bila Anda ingin mengambil petunjuk dari Al Quran, anda harus mengosongkan pikiran, Anda tidak memiliki kecenderungan lain, Anda tidak memiliki pandanagan lain yang ingin anda lakukan kecuali dari Al Quran. Jangan posisikan Al Quran mengikuti apa yang Anda inginkan. Seperti sekarang ada berbagai penganut paham yang mengarahkan maksud Al Quran sesuai aliran pemahamannya untuk mendukung pikirannya. Ini tentu tidak benar. p Biodata Nama Kelahiran Status : DR. Ahmad Hasan Farahat : Suriah, 11 September 1937 : Menikah, memiliki 7 orang anak Pendidikan : 1. S1 Fakultas Syariah Universitas Damaskus 1960 2. S2 Fakultas Ushuluddin Universitas Al Azhar Mesir, 1970 3. S3 Fakultas Ushuluddin Universitas Al Azhar Mesir, 1973 Karya Ilmiah : 1. Makky bin Abi Thalib wa Tafsir Al Quran, Desertasi Doktoral, 1973 2. Ri’ayat li Tajwid Al Qira’ah wa Tahqiq Lafzi Tilawah, 1973 40 Tarbawi 3. Syarah “Kalla”, “Balaa”, wa “Na’am”, 1976 4. Al Iidhah li Nasikh Al Quran wa Mansukhih, 1976 5. Muqaddimah Jami’ Tafasir ma’a Tafsir Surah Al Fatihah wa Mathali’ Surah Al Baqarah, 1984 6. Tafsir Al Quranul Karim Juz 27, 1986 7. Anggota Tim Pembuatan Kamus Al Quran, 1991 8. Fii Uluumil Qur’an, 2001 Dll Pekerjaan : 1. Dosen Fakultas Syariah Universitas Emirat 2. Dosen Fakultas Studi Islam di Dubai 3. Dosen Tamu di berbagai Perguruan Tinggi, termasuk di Universitas Islam Internasional, Malaysia. 4. Pengisi Seminar Al Quran di berbagai negara Edisi 225 Th.11, Rabiul Akhir 1431, 8 April 2010 Edisi 225 Th.11, Rabiul Akhir 1431, 8 April 2010 Tarbawi 41 KIAT Bangkit Setelah difitnah Mau Ke JAKARTA? Urusan Kuliah? Tour keluarga? Bisnis? Undangan? Gak tau Jalan Jakarta? G tau penginapan nyaman? hub kami Q-Tour 081399133535 Satu-satunya Agen perjalanan Islami Tema Kiat Edisi Depan “Belajar dari Kegagalan” Pernahkah Anda menga lami gagal beberapa kali dan akhirnya berhasil ? Kirimkan pengalaman unik Anda tentang belajar dari kegagalan Naskah yang dimuat akan kami berikan honor. Naskah dikirim melalui email ke: tarbawi@yahoo.com atau fax. 021-3916731 /alamat surat 42 Tarbawi Sekitar tahun 2004 saya di Drop Out (DO) dari sekolah. Waktu itu saya masih SMP kelas dua. Saya di DO gara-gara ada seseorang melapor ke sekolah bahwa saya hamil oleh kakak kelas teman dekat saya. Serentak berita itu menyebar. Hampir semua siswa di sekolah saya me ngetahuinya. Karena saya tidak melakukan apa yang me reka tuduhkan, saya mengajukan tes urine. Saya terbukti tidak hamil. Namun, bukti tersebut tidak memengaruhi kebijakan sekolah. Mereka percaya saya tidak hamil. Tetapi saya tetap harus di DO dengan alasan telah mencemarkan nama baik sekolah. Berita bahwa saya hamil juga menyebar di masyarakat. Hancurlah kehormatan keluarga saya. Saya diusir dari rumah. Tak tahu kemana kaki harus melangkah. Dunia begitu sempit. Dalam kesempitan ini, saya tak banyak bicara. Tak menggubris tamparan ayah. Apalagi celaan orang-orang yang mendapat berita dari si ‘katanya’. Saya tekadkan dalam hati bahwa saya harus mampu membuktikan ketidakbenaran laporan itu. Bahkan saya harus menjadi lebih baik dari apa yang mereka duga. Hari ini saya gagal di sekolah, gagal menjaga kehormatan keluarga, gagal menjadi seorang muslim karena saya sudah pacaran. Tapi hidup tak mengenal kata tunda. Saya telah gagal, tapi saya tidak boleh terpuruk. Saya harus fokus dengan masa depan. Saya pindah sekolah ke SMP di kecamatan lain. Sejak itu saya putus dengan pacar saya. Sejarah mengikuti kemana perginya pelaku sang pelaku. Celaan dan sindiran selalu menerpa. Kembali saya hanya bisa diam dan menangis. Tak perlu saya menjelaskan benar atau tidaknya ucapan mereka. Saya serahkan kepada Allah. Saya harus belajar keras. Alhamdulillah saya lulus dengan nilai yang memuaskan. Saya mendapat piala juara umum NEM terbesar dan rata-rata nilai raport tertinggi. Sekarang saya kuliah di salah satu universitas worldclass di Bandung. Seluruh biaya kuliah dan biaya hidup ditanggung oleh salah satu yayasan yang ada di Bandung juga. Saya bersyukur kepada Dzat yang kehidupan saya berada di tanganNya. Hamba Allah, Bandung Edisi 223 Th.11, Rabiul Awal 1431, 11 Maret 2010 Ternyata Gagal itu Indah dan Nikmat Akhir Juli 1998, saya dinyatakan gagal berangkat ke Kairo, karena nama saya tidak termasuk dalam daftar peserta yang lulus sebagai calon penerima beasiswa dari Universitas al-Azhar. Meski agak sedikit kecewa, di dalam hati saya tetap bersyukur karena tidak ingin membebani oran g tua, walaupun sebenarnya -kalau saya tetap memaksa berangkat orang tua saya telah menyatakan sanggup membiayai keberangkatan saya ke Kairo dengan biaya sendiri, Sejak saat itu, saya berusaha menambah hafalan al-Qur’an saya untuk bekal tes yang kedua kalinya di tahun 1999. Alhamdulillah saya pun dinyatakan lulus tes seleksi. Akhir Juli 2003. Kegagalan kedua. Saat puncak kerinduan saya pada keluarga di tanah air, ditambah musibah wafatnya kakak dan adik kandung saya, saya kembali harus menelan pil pahit berupa gagal lulus ujian akhir di fakultas Bahasa Arab universitas al-Azhar dengan membawa sisa tiga mata kuliah. Berkali-kali saya berusaha menghadap kepala dekan fakultas agar bisa diluluskan satu mata kuliah, dengan itu saya akan bisa ikut ujian tashfiyah atau remedial. Sehingga ada harapan lulus dan bisa pulang tahun itu juga. Tapi, tidak. Saya tetap tidak berhasil dan gagal. Justru, kepala dekan berpesan pada saya “ Sabar, Nak. Insya Allah tahun depan,” ungkap beliau saat itu. Namun Allah berkehendak lain. Ternyata saya mendapat kesempatan melayani jamaah haji sebagai tenaga musiman (TEMUS) di kantor daerah kerja (DAKER) Madinah al-Munawwarah 2004-2005. Berikut, setelah kepulangan saya dari Madinah ke Kairo awal 2005, proposal nikah saya diterima. Saat itu juga, saya merasakan bagai mendapat durian runtuh beruntun. Dan, akhirnya saya pun menikah pada Agustus 2005. Subhanallah, ternyata gagal itu indah dan nikmat. DIBUTUHKAN Pesantren Dar ul Qur’an Mulia membuka lowongan gur u bagi ikhwan dan akhwat i n f o r m a s i l e b i h l a n j u t CV.FML’ Izzah TRANSPORT’ Menerima panggilan service AC (kantor/rmh) Rentcar XENIA, GRANDMAX, APV Hub. Eko 021-98683271 081514110559 DIJUAL DIJUAL TANAH PERKEBUNAN DI KP. CIBOGO, DS. KAWITAN, KEC. SALOPA, TASIKMALAYA LT. 4,2 Ha, SHM, Pinggir Jalan / Masuk Mobil Berminat Hub. 021-71790564 / 081318667604 Iklan Efektif di Rubik Kiat Hubungi Bagian Iklan Tarbawi Telp. 021-3153003 3150115 Mukhlis Rais, Indralaya Palembang Edisi 223 Th.11, Rabiul Awal 1431, 11 Maret 2010 d i w w w. d a r u l q u r a n . s c h . Tarbawi 43 Serial Etika Komunikasi Wijhat | Perspektif Subjektifitas yang Objektif Edi Santoso 46 Tarbawi O bjektifitas membawa makna yang dalam, namun juga membingungkan. Seolah menjadi mitos, tetapi juga membawa bias. Disebut benar jika objektif. Dalam hal apapun, termasuk dalam dunia media massa (jurnalisme). Media massa, kata kode etik, harus objektif. Tetapi apakah itu objektif? Bisakah jurnalis atau penulis bersikap objektif? Objektifitas sejatinya merupakan gagasan ideal tentang ukuran pasti atas realitas. Para jurnalis dinilai objektif, ketika mereka bisa menghadirkan fakta apa adanya, tanpa opini. Berkembanglah jurnalisme objektif—sering juga disebut jurnalisme fakta, yang bertolak pada landasan kejujuran, netralitas dan akurasi. Jurnalisme fakta mengaharamkan interpretasi. Sebagai sebuah ideologi, jurnalisme objektif ini mendasarkan pada pandangan empiris atas dunia, yang memisahkan antara fakta dan nilai, dan percaya bahwa eksistensi fakta sebagai hal yang terpisah di luar sana. Berita didefinisikan sebagai wujud yang terpisah (independen) dari diri jurnalis. Berita adalah fakta yang ada ‘di luar sana’ yang menunggu dicari dan ditulis, serta kemudian dipublikasikan oleh media. Tetapi, bisakah fakta dipisahkan dari nilai? Tidak mungkin, kata Stepen Ward, profesor etika jurnalisme. Karena, semua pengetahuan, bahkan termasuk data-data sains tidak bisa menjadi bebas nilai. Bahkan gagasan ini, menurutnya, sesungguhnya merupakan penipuan, karena seorang jurnalis tak lain adalah ‘aktor-aktor’ yang pasti memiliki bias dalam laporannya. Tidak saja bias karena faktor personal (ideologi, pengalaman) tapi juga karena tekanan eksternal. Objektifitas menjadi bias ketika menjadi Edisi 225 Th.11, Rabiul Akhir 1431, 8 April 2010 selubung ketidakpedulian pada kebenaran. Justru ketika mereka mengatasnamakan kebenaran. Maka, sejujurnya kita sulit mengerti tentang slogan salah satu media ‘Kebenaran itu tidak memihak’. Jurnalis merasa seolah-olah terbebas dari dosa, bahkan merasa mulia, setelah mematuhi kaidah pemberitaan berimbang, meliput dua pihak yang berselisih tanpa mempedulikan kebenaran dari fakta yang disampaikan pihak-pihak tersebut. Jurnalis seolah lari dari tanggung jawab atas kebenaran fakta peristiwa, dengan dalih biarkan khalayak sendiri yang memaknainya. Objektifitas pun bias ketika justru mengabaikan konteks dan substansi. Hutchin Comission, suatu kelompok peneliti di Amerika Serikat yang bekerja selama bertahun-tahun menghasilkan dokumen yang menggariskan kewajiban jurnalisme, memperingatkan adanya bahaya menerbitkan laporan yang “secara faktual benar tapi secara substansial salah”. Komisi ini memberikan contoh, saat itu banyak berita seputar orang-orang minoritas yang justru menguatkan stereotipe yang keliru, karena media gagal untuk menampilkan konteks atau menegaskan identitas ras atau etnisitas tanpa alasan yang tepat. Era jurnalisme profesional telah menyuguhkan informasi berlimpah ruah, menembus batas-batas geografis, dengan standar konvensional yang dibanggakan. Tetapi, kata Charlotte Dennet, ada satu hal yang seringkali dilupakan media arus utama, yakni ’konteks’. Dalam peristiwa 9/11 misalnya, terang mantan reporter Middle East Edisi 225 Th.11, Rabiul Akhir 1431, 8 April 2010 Edisi-21 Sketch itu, publik Amerika Serikat dibuat bingung di tengah melimpahnya informasi, karena media arus utama tak menghadirkan konteks peristiwanya. Objektifitas dalam jurnalisme tetaplah relevan, jika dimaknai sebagai komitmen profesionalisme, bukan sebagai wujud pengingkaran atas realitas keberpihakan media. Profesionalisme ini terkait dengan kepatuhan pada nilai-nilai dasar dalam proses jurnalisme seperti kejujuran dan akurasi. Di sini, Objektifitas lebih mengambarkan kedisiplinan dalam proses mencari fakta. Sementara keberpihakan, kita artikan sebagai komitmen pada nilai-nilai yang diyakini kebenarannya oleh jurnalis. Jurnalis tak cukup mengumpulkan dan merangkai fakta, tetapi juga harus memberikan makna. Tak hanya mengabarkan peristiwa, tetapi juga memberikan perspektif. Tak hanya menyusun alur cerita yang masuk akal dan mengalir, tetapi juga memberikan konteks sebuah persoalan. Tak ada yang salah dengan subjektifitas, terutama jika dimaknai sebagai penegasan identitas. Jurnalis atau penulis akan lebih relevan keberadaannya jika mampu membuat terang sebuah masalah. Keberpihakan tak terhindarkan, bahkan harus, yakni pada nilai-nilai yang diyakini kebenarannya. Tak ada realitas yang objektif. Karena, realitas sejatinya adalah apa yang kita yakini kebenarannya. Kitalah yang mendefinisikan peristiwa dan menilai seseorang. Maka biarkanlah berita subjektif secara perspektif, tetapi objektif dalam proses. Subjektifitas yang objektif. p Tarbawi 47 Kearifan Desa Desa Kearifan Hal 46 Kesadaran untuk Maju di ‘Rumah Kreatif’ Warga Desa Ci pelang Tarbawi D esa Cipelang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor berada di kaki Gunung Salak. Stuktur tanah yang berbukit, dengan hamparan sawah yang membentang menjadi ciri khasnya. Senyum ramah warga senantiasa menghiasi saat menyambut tamu yang datang ke kampung mereka. Dari 11.000 penduduknya, mayoritasnya adalah petani. Jalan utama desa ini, menjadi jalan alternatif penghubung antara Kabupaten Bogor dengan Kotamadya Bogor. Letaknya yang cukup jauh dari jalan utama kabupaten, membuat warga Cipelang harus berupaya keras untuk mengembangkan kapasitasnya secara swadaya. Adalah Ade Munawar (40) seorang staf urusan pemerintahan Desa Cipelang yang menjadi inspiratornya. Laki-laki lulusan SMA ini, sudah hampir 18 tahun menjadi bagian dari pemerintahan di desanya. “Semua berawal ketika saya berkenalan dengan seorang pejabat yang mempunyai aset tanah di daerah kami. Surat-surat tanahnya saya yang mengurusi. Kami sering berdiskusi tentang rasa kepedulian yang mendalam untuk membantu warga dalam meningkatkan kapasitasnya dalam keilmuan,” tegasnya. Pejabat tersebut mengusulkan kepada Ade agar menyediakan tanah seluas 1000 meter untuk dipakai sebagai tempat pembinaan masyarakat desa. “Saya langsung berembuk dengan kepala desa dan seluruh staf yang ada. Kepala Desa sangat mendukung rencana ini. Akhirnya tanah yang dikelola desa (tanah bengkok) yang kami sepakati untuk membangun gedung tersebut. Alhamdulillah, pejabat itu pun memberi jalan mendapatkan donatur sebagai bapak angkat Edisi 225 Th.11, Rabiul Akhir 1431, 8 April 2010 Oleh Rahmat Ubaidillah foto-foto: tarbawi/rahmat kegiataan kami. Dan proses pembangunan pun segera dimulai,” urainya. Akhir tahun 2007, gedung selesai dibangun. Pelaksanaan penggunaan gedung sempat tertunda selama 6 bulan, karena masalah dana. Pihak pemerintah Desa Cipelang bersepakat untuk membuat struktur kepengurusan dan kembali mencari donatur untuk berjalannya kegiataan. Warga memberinya nama ‘Rumah Kreatif ’ (RK), dengan harapan bisa menjadi ajang pengembangan kreatifitas warga dari segala umur dan seluruh kalangan. “Kata kreatif diharapkan bisa memicu para pengurusnya untuk terus berpikir kreatif dalam rangka membuat program yang meningkatkan kapasitas warga, terutama untuk para pe­ tani dan ibu-ibu rumah tangga,” ujar Andi Hermawan, SE, pimpinan Rumah Kreatif yang ditunjuk warga. Setelah melalui proses diskusi yang cukup lama, para pengurus RK memutuskan untuk membuat sebuah perpustakaan yang lengkap untuk warga Desa Cipelang. Selama ini perpustakaan yang ada hanya tersedia di sekolah-sekolah dalam jumlah yang sangat terbatas. Lewat perpustakaan ini, para pengurusnya berharap minat baca warga semakin meningkat, yang diharapkan berimplikasi pada peningkatan taraf hidup mereka. Edisi 225 Th.11, Rabiul Akhir 1431, 8 April 2010 Layanan Perdana Rumah Kreatif dimulai tanggal 18 Juli 2009, Koleksi buku berjumlah 1.087 eksemplar ditambah dengan 600 eksemplar bantuan dari Perpustakaan Propinsi Jawa Barat. “Sebelumnya kami bekerjasama dengan YPPI (Yayasan Pengembangan Perpustakaan Indonesia) untuk survey buku apa saja yang dibutuhkan warga. Untuk setting perpustakaan pun dibuat semenarik mungkin. Agar warga betah membaca diperpustakaan,” imbuh Andi. Antusiasme warga sangat bagus. Dalam satu hari ada sekitar 60 orang yang datang ke perpustakaan. Ibu-ibu sangat menggemari buku tentang tata boga. Para petani merasa tercerahkan dengan membaca buku pertanian dan budidaya peternakan. “Saya sangat terharu saat masyarakat tumpah ruah membaca buku-buku yang kami sediakan,” ujar Ade Munawar semangat. Untuk memberikan pelayanan maksimal, perngurus RK menyediakan petugas perpustakaan yang sebelumnya mengikuti magang di sebuah perpustakaan besar di Bogor. Ketiga petugas yang direkrut bekerja secara sosial. Mereka sama sekali tidak mendapatkan gaji dari situ. Semuanya adalah aktivitas sosial untuk kepentingan bersama. Warga yang datang ke perpustkaan diikutsertakan untuk membantu penyediaan buku. Dengan antusias warga Desa Cipelang menyumbangkan buku-buku bekas yang mereka punya. “Banyak ibu-ibu yang datang menyerahkan buku-buku agama yang mereka punya. Meskipun buku lama, kita tetap menerima,” Tarbawi 47 ujar Andi lagi. Untuk meningkatkan minat baca, para pengurus RK mengadakan berbagai acara penunjang. Untuk kaum ibu diadakan praktik tata boga. Pelatihnya diambil dari warga sekitar yang memiliki ilmu pada bidang tersebut. Semuanya berjalan sukarela. Tidak dipungut biaya. Saling mengisi. Menguatkan persudaraan. Mengikatkan hati. Untuk penyediaan bahan-bahan praktik, pemerintah Desa Cipelang yang menyediakannya dari sumber kas. Tidak hanya itu, acara mendongeng untuk anak-anak di gelar secara berkala. Bahkan para pengurus RK berhasil meloby sebuah LSM dari Jakarta sebagai pe­ngisi acara tanpa harus mengeluarkan biaya sepeserpun. “Kalau kita niatnya baik, insya Allah, Allah pasti membantu,” tegas Ade. Selain itu juga sesekali diadakan acara bedah buku. Misalnya saat Ramadhan lalu, digelar bedah buku tentang tafsir Lailatul Qadr. Secara gotong royong warga menyukseskan acara itu. Untuk tingkat SD digelar acara cerdas cermat, sebagai motivasi untuk meningkatkan minat baca. Untuk kalangan TK pun tak terlupakan. Untuk mereka digelar lomba mewarnai. “Kita ingin seluruh lapisan masyarakat di desa gemar membaca dan mencintai buku. Insya Allah itu akan bermanfaat dunia akhirat,” imbuh Andi. Para pengurus RK sangat menyadari bahwa cita-cita sesungguhnya adalah mimpi, akan menjadi indah kalau bisa mewujudkan dalam karya yang bisa dinikmati dan bermanfaat banyak bagi manusia. “Alhamdulillah, setelah ada RK ini anak-anak jadi suka datang dan membaca banyak buku. Ibu-ibu juga semakin aktif belajar tentang 48 Tarbawi banyak hal. Anak-anak muda kian bersemangat belajar komputer. Semangat untuk meningkatkan kapasitas diri. Semoga ini terus berlanjut,” imbuh Andi. Tidak puas hanya di situ. Para pengurus membuka kursus komputer dengan harga yang sangat terjangkau. Tujuannya, agar para pemuda pemuda putus sekolah punya keterampilan. Agar para pelajar melek informasi. Di RK, warga juga membuka sebuah Usaha Kesehatan Desa. Setiap bulannya diadakan pemeriksaan untuk warga sekitar, dengan biaya yang sangat murah. Kegiataan ini bekerjasama dengan UPTD kesehatan Kecamatan Cijeruk. “Sebenarnya masih banyak yang ingin kita lakukan untuk membantu warga dalam meningkatkan kapasitasnya. Buku-buku pun masih banyak yang harus kita lengkapi. Dalam segala ke­ terbatasan yang ada. Kami sadar bahwa setiap jalan kebaikan yang akan kita tempuh, pasti ada jalan untuk mencapainya. Semoga ada lagi para donatur yang akan membantu perjuangan kami ini. Dan yang paling paling penting adalah doa dari seluruh lapisan masyarakat, agar aktivitas ini bisa terus berjalan,” tegas Andi bersemangat. Rumah Kreatif mungkin sekadar sebuah bangunan dan beberapa kegiatan di dalamnya. Tapi dari sana, sebuah kesadaran untuk terus maju dibangun dengan kebersamaan yang tulus. Keterbatasan tidak pernah bisa melawan kemauan yang jujur dan kesungguhan yang berkelanjutan. Warga Desa Edisi 225 Th.11, Rabiul Akhir 1431, 8 April 2010 Edisi 225 Th.11, Rabiul Akhir 1431, 8 April 2010 Tarbawi 49 Dzikroyat | Kenangan Oleh Purwanti Hal 50 Fadhil Zainal Abidin (59), Lebih dari Dua Puluh Tahun Hidup dengan Satu Ginjal SAYA BERUNTUNG Masih Memiliki yang Seratus Persen W aktu itu tahun 1987, saya tengah menghadiri sebuah rapat kerja di wilayah Sukabumi. Di tengah-tengah rapat, tibatiba saja sekujur pinggang saya terasa sakit sekali. Awalnya sempat saya tahan, tapi lama-kelamaan tidak kuat. Kemudian saya merasa ingin buang air kecil. Segera saja saya menuju kamar kecil. Saya kaget saat mendapati air seni saya berwarna merah, seperti darah. Saya benar-benar ketakutan. Dalam hati saya selalu bertanya, “lho, Tarbawi Edisi 225 Th.11, Rabiul Akhir 1431, 8 April 2010 ada apa ini?” Akhirnya dengan perasaan cemas saya kembali ke ruangan rapat dan menceritakannya kepada teman-teman di dalam ruangan itu. Mereka menyarankan saya untuk segera memeriksakan diri ke dokter. Setelah dokter memeriksa beberapa bagian dalam tubuh saya, baru ketahuan kalau ada batu ginjal. Awalnya saya diminta untuk melakukan rawat inap pada saat itu juga, tapi saya harus menemui keluarga saya dulu karena mereka tidak tahu kondisi saya. Dokter pun memberikan saya obat penahan rasa sakit dan diminta untuk banyak beristirahat. Saat itu saya pulang dengan perasaan berkecamuk, khawatir kalau ini adalah akhir dari hidup saya. Ketika sampai di rumah, saya menyampaikan “hasil temuan” itu kepada keluarga. Alhamdulillah, mereka pun membesarkan hati saya untuk menerima ini. Ketika di Jakarta, saya di minta pihak kantor untuk memeriksakan kembali ginjal saya ke salah satu rumah sakit. Setelah pemeriksaan usai, baru di ketahui ada batu di ureter saya. Akhirnya dokter memutuskan untuk melakukan operasi dengan menggunakan getaran ultrasonik agar batu yang ada di ureter saya hancur. Awalnya saya sempat ngeri membayangkan operasi, membayangkan pisau-pisau bedah merobek tubuh saya. Bersyukur, kini teknologi semakin maju sehingga saya tidak lagi khawatir menghadapi pisau bedah. Edisi 225 Th.11, Rabiul Akhir 1431, 8 April 2010 Setelah istirahat selama seminggu, Saya kembali memeriksakan diri ke dokter untuk cek up. Dengan nada keheranan, dokter bertanya kepada saya apakah sebelumnya saya pernah melakukan operasi ginjal. Tapi saya jawab belum, karena selama ini saya merasa ginjal saya baikbaik saja. Dengan keterangan yang di dapat dari hasil rontgen, dokter menjelaskan hal yang membuat saya sangat terkejut. Dia mengatakan bahwa ginjal saya hanya ada satu. Saya benar-benar kaget dan bingung. Dokter menunjukkan kepada saya hasil rontgen yang memperlihatkan satu buah ginjal yang ukurannya sudah dua kali ukuran ginjal orang normal. Dokter bilang kemungkinan sudah lama ginjal kiri saya tidak berfungsi. Karena menurutnya, ukuran ginjal saya yang sebelah kiri sudah menciut. Khawatir terhadap risiko yang bisa saja membahayakan, dokter menyarankan kepada saya untuk melakukan operasi pengangkatan ginjal kiri saya yang sudah tidak berfungsi. Dokter meminta saya untuk mempertimbangkan hal ini. Saya takut sekali, pikiran saya benar-benar kalut. Saking takutnya, saya tidak enak makan dan tidur pun tak nyenyak. Sampai-sampai kondisi kesehatan saya terus menurun pasca operasi pertama. Karena tidak mau terus menerus cemas memikirkan hal ini, saya mencoba mencari second opinion kepada salah seorang dokter spesialis ginjal. Setelah Tarbawi 51 Ayah saya bekerja sebagai penyedia jasa reparasi jam. Boleh dikatakan apa yang akan kita makan hari ini, adalah apa yang kita cari dan dapatkan hari ini. Dan apa yang akan kita makan besok pun tergantung apa yang kita dapatkan besok. dokter mempelajari hasil rontgen yang menujukkan adanya pembesaran ginjal sebelah kanan, dokter menyatakan bahwa ginjal sebelah kiri saya yang sudah menciut dan tidak berfungsi tidak perlu diangkat. Karena menurutnya, ginjal yang sudah menciut dan mengecil itu tidak mengganggu jalannya proses yang dilakukan oleh ginjal satunya. Ada hal yang cukup mengejutkan dari penjelasan dokter, yakni ginjal kanan saya yang ukurannya sudah dua kali lebih besar dari ukuran normal menunjukkan bahwa selama ini ginjal kanan saya bekerja ekstra keras. Dilihat dari ukurannya, kemungkinan, menurut dokter, sudah lebih dari sepuluh tahun ginjal kiri saya sudah tidak berfungsi. Ini berarti sepuluh tahun sebelumnya saya hanya memiliki satu ginjal. Jika usia saya pada waktu itu 36, bisa jadi pada usia 26 ginjal kiri saya sudah tidak berfungsi. Akhirnya setelah berdiskusi dengan dokter, saya memutuskan untuk tidak menjalani operasi pengangkatan ginjal saya yang sudah rusak. Alhamdulillah sampai saat ini, saya tidak mengalami 52 Tarbawi kendala dalam melakukan aktivitas. Sama seperti orang normal yang memiliki dua ginjal. Hanya saja, saya harus menjaga pola makan saya menjadi lebih sehat. Selama sakit saya banyak mencari informasi tentang masalah ginjal. Ada banyak hal yang tidak saya ketahui tentang ginjal. Saya tidak tahu bahwa masingmasing ginjal memiliki fungsi 100%. Jika kita punya dua ginjal, maka kita memiliki ginjal yang kondisinya 200%. Ternyata Allah memang Maha Sempurna, dia sudah mempersiapkan cadangannya jika ada salah satu diantara ginjal kita tidak berfungsi. Saya sangat bersyukur, meskipun tidak memiliki 200% fungsi ginjal, paling tidak saya punya yang 100% nya. Dokter menyatakan, bahwa sakit saya ini diakibatkan karena pola makan saya yang tidak teratur. Saya pun mengiyakan apa yang dokter katakan. Ketika kecil, saya termasuk orang susah. Ayah saya bekerja sebagai penyedia jasa reparasi jam. Boleh dikatakan apa yang akan kami makan hari ini, adalah apa yang kami cari dan dapatkan hari ini. Dan apa yang akan kami makan besok pun tergantung apa yang kami dapatkan besok. Setiap pagi ibu menyuruh saya untuk datang kepada bapak dan meminta uang untuk membeli beras. Jam 9:00 saya berangkat dari rumah menuju tempat bapak bekerja. Kadang saya harus menunggu hingga siang untuk mendapatkan uang dari bapak, karena sangat jarang orang yang datang untuk reparasi jam. Biasanya kami sekeluarga dalam sehari hanya mampu sekali makan saja, malah pernah kami berada dalam satu kondisi di mana kami tidak bisa menemukan nasi. Kadang kami Edisi 225 Th.11, Rabiul Akhir 1431, 8 April 2010 hanya makan ubi jalar dengan kangkung. Entah bagaimana rasanya, tapi yang penting hari itu kami makan. Saat masih berstatus sebagai pelajar, kadang saya ‘nyambi’ sebagai penjual koran. Saya pun sering menunggak bayaran sekolah karena orang tua saya termasuk orang yang tidak mampu. Ketika lulus STM tahun 1970 pun ada bantuan dari orang lain yang melunasi hutang SPP saya. Setelah lulus STM, saya menetap di sebuah masjid di daerah Bendungan Hilir, Jakarta Pusat. Karena sejak kelas III, saya sangat tertarik untuk belajar Islam lebih baik dan lebih banyak lagi. Sehingga setelah lulus, saya tidak langsung bekerja. Selama berada di masjid, saya belajar banyak tentang Islam. Tentang bagaimana cara berdak­wah yang baik dan diterima masyarakat. Saya banyak belajar dari para penceramah yang seringkali mengisi kajian di masjid. Saya merasakan penderitaan yang cukup berat karena kehidupan ekonomi yang tidak kunjung berubah. Saya ingat isi ceramah salah seorang ustadz yang menyampaikan bahwa tahajud adalah shalat sunnah yang paling utama. Dalam doa, saya minta kepada Allah supaya saya bisa dengan lancar dan fasih membaca Al Qur’an. Selain itu saya minta kepada Allah agar mendapatkan pekerjaan untuk memperbaiki kehidupan perekonomian saya dan keluarga. Setiap shalat tahajud, saya hanya bisa membaca surat Al Ikhlas, Al Falaq dan An Nas. Karena hanya ketiga surat itu yang saya hapal, jadi selama menjalankan shalat tahajud sepanjang 11 rakaat saya puEdisi 225 Th.11, Rabiul Akhir 1431, 8 April 2010 tar terus surat-surat itu. Kurang lebih tiga tahun saya terus bertahajud tanpa henti, setiap hari. Saya minta teman-teman saya untuk mengajarkan saya huruf-huruf Al Qur’an. Saya bergerilya bertanya kepada mereka, saya pun minta diajarkan membaca. Selain itu, saya belajar menyambung-nyambung tulisan arab sendiri, jadi jika suatu saat saya bisa membaca Al Qur’an maka saya juga bisa menuliskan tulisan arabnya. Alhamdulillah, dalam waktu tiga bulan saya sudah lancar membaca Al Qur’an. Pada saat itulah saya diminta untuk mengajar orang mengaji dengan datang ke rumah-rumah. Karena keasyikan mengajar dan menggali terus tentang dunia Islam, saya diingatkan seorang teman untuk segera bekerja. Awalnya saya agak enggan untuk melamar pekerjaan, karena saya merasa nyaman dengan kondisi ini. Tapi, ilmu yang saya dapatkan ketika STM harus bisa saya manfaatkan. Akhirnya saya melamar pekerjaan ke sana ke mari. Sampai akhirnya tahun 1974 saya diterima bekerja di PLN sebagai staf perencanaan di PLN Cabang Gambir. Ketika saya diterima bekerja di PLN tahun 1978, saya banyak diajak makan gratis oleh atasan-atasan saya. Sehingga saya tidak lagi berpikir mana makanan yang baik untuk saya, mana yang tidak. Karena waktu kecil saya tidak merasakan makanan enak, sehingga saya pikir saya tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan ini. Mungkin inilah yang dokter maksud sebagai pola makan tidak teratur, baik komposisi maupun jadwalnya yang membuat ginjal kiri saya tidak lagi dapat berfungsi. Tarbawi 53 Perlahan kehidupan saya terus membaik, terutama secara ekonomi. Sampai akhirnya, karena kesibukan saya mulai jarang shalat tahajud. Itulah jeleknya manusia, kalau sudah dapat yang apa yang diminta, mereka berhenti berdoa. Itu pula yang terjadi pada saya. Tahajud yang saya kerjakan selama 10 tahun tanpa henti, harus berhenti hanya karena kesibukan saya bekerja. Selama 20 tahun saya berhenti shalat tahajud, dan saya merasa ruhiyah saya sangat kering dan gersang. Saya pun memutuskan untuk menjalani tahajud kembali sejak tahun 2001. Menemukan Metode Tadabbur Qur’an Pada tahun 2006, saya menjemput kedua anak saya yang sedang mengikuti training ESQ. Ketika para peserta keluar gedung saya melihat mata mereka sembab karena habis menangis. Lalu masingmasing dari mereka memeluk orang tua mereka. Begitu juga dengan anak saya. Saya keheranan melihat sikap mereka. Akhirnya kedua anak saya bercerita bahwa mereka baru saja mendapatkan pengalaman berharga. Karena penasaran, saya pun ikut acara tersebut. Saya ingin tahu metode apa yang digunakan hingga membuat peserta keluar dengan mata sembab. Setelah mengikuti training tersebut, saya merasakan adanya kekuatan yang dahsyat. Tak hentinya air mata menetes, dada terasa sempit menghimpit. Saya merasa seperti orang yang paling sedikit bersyukur atas berbagai macam nikmat yang telah Allah berikan. Namun selang beberapa hari kemudian, saya merasakan kegersangan hati lagi. Berbulan-bulan saya mencari-cari jawaban dari suasana hati 54 Tarbawi saya yang telah berubah gersang lagi. Saya terbiasa membaca Al Qur’an dengan terjemahannya, dan mengkhatamkannya dalam waktu empat bulan. Pada suatu ketika, saya membaca Al Qur’an dengan terjemahannya seperti biasa. Kemudian saya mencoba mentadabburi ayat per ayat. Menyelami setiap kata sehingga meresap di hati. Tiba-tiba saya merasakan getaran luar biasa. Tadinya saya pikir kalau apa yang saya rasakan hanya kebetulan saja, mungkin karena saya sedang khusuk. Saya coba lagi, ternyata saya masih merasakannya. Inilah yang saya cari, dan saya ingin menyebarkannya kepada orang lain. Untuk menguji temuan saya ini, saya mengadakan semacam pelatihan kepada beberapa rekan dengan metode ini, efeknya memang sangat luar biasa. Dan metode ini bisa dilakukan sendiri oleh mereka di rumah. Dengan begitu, mereka akan mendapatkan ketenangan batin dalam beribadah atau melakukan aktivitas lain. Karena, jika kita terbiasa mentadabburi ayat Al Qur’an, Insya Allah akan berefek pada shalat kita. Kebanyakan mungkin sulit khusuk untuk shalat, tapi jika kita tahu dan mengerti bacaan-bacaan dalam setiap gerakan shalat dan bacaan yang kita baca dalam shalat maka kita akan mendapatkan kualitas shalat yang baik. Karena setiap bacaan shalat itu mengandung doa, seperti misalnya bacaan pada saat duduk diantara dua sujud, “rabbigfirli warhamni wajburni warzuqni warfa’ni wahdini wa’afini wa’fuanni” (Ya Allah ampuni aku, rahmati aku, tutupi segala keburukanku, angkat derajatku, beri aku rezeki, beri aku petunjuk, sehatkan aku dan ma’afkan aku). Metode Tadabbur Qur’an adalah satu Edisi 225 Th.11, Rabiul Akhir 1431, 8 April 2010 Metode Tadabbur Qur’an adalah satu metode menghayati isi Al Qur’an agar dapat kita renungi maknanya. Setelah kita mengetahui arti dari ayat tersebut, maka kita bisa menjawab dengan kalimat sebaliknya. metode menghayati isi Al Qur’an agar dapat kita renungi maknanya. Setelah kita mengetahui arti dari ayat tersebut, maka kita bisa menjawab dengan kalimat sebaliknya. Misalnya, pada ayat “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa” (QS. Ali Imron: 133). Bacaan tadabburnya adalah, “Ya Allah telah Kau ingatkan kepada kami didalam Kitab-Mu yang agung, agar kami berlomba lomba kepada ampunan-Mu dan syurga-Mu yang luasnya seluas langit dan bumi, yang Kau sediakan bagi orang yang bertakwa kepada-Mu. Ya Allah tolong kami untuk belomba lomba mendapatkan ampunan dan syurga-Mu yang luasnya seluas langit dan bumi, yang Kau sediakan bagi orang yang bertakwa.” Atau pada ayat, “Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS Al A’ raf: 96) Maka bacaan tadabburnya, Ya Allah telah Kau sampaikan kepada kami dalam Qur’an-Mu yang agung, bahwa jika penduduk suatu negeri beriman dan berEdisi 225 Th.11, Rabiul Akhir 1431, 8 April 2010 takwa niscaya Engkau akan menurunkan keberkahan bagi mereka dari langit dan bumi. Namun jika mereka mendustai-Mu maka engkau akan menimpakan azab kepada mereka sebagai balasan atas apa yang telah mereka lakukan. Ya Allah kami mohon kepada-Mu tolong kami untuk beriman dan bertakwa kepadaMu. Bukakan bagi kami keberkahan dari langit dan bumi, dan seterusnya. Bacaan tadabbur harus diucapkan de­ ngan khusuk dan arus selalu terus diulang beberapa kali sampai benar-benar kita rasakan sentuhannya. Jika sudah meresap, maka kita akan merasakan dada kira bergetar dan tanpa terasa air mata menetes tiada henti. Dengan terus menerus diulang-ulang, kalimat-kalimat itu akan mengendap di alam bawah sadar kita. Dan dia akan menjadi karakter kita. Kini saya tengah berusaha untuk menyebarkan metode ini agar selain dapat merenungi isi Al Qur’an, kualitas shalat dan ibadah lain akan didapat. Saya juga tengah mengembangkan metode shalat khusuk dan dzikir Asmaul Husna. Semoga ini bisa menjadi investasi amal saya di akhirat nanti.p Seperti dituturkan Fadhil Zainal Abidin kepada Purwanti dari Tarbawi, di rumah nya di Jakarta Timur. Tarbawi 55 Kearifan Komunitas Oleh Purwanti & Yenni Siswanti Hal 56 photo-photo : dok. peta hijau jakarta Komunitas Peta Hijau Memandu Jelajah Lingkungan Banyak yang peduli dan cinta lingkungan, tapi mungkin tak banyak mengenal jalur yang harus dilalui. Anda ingin bergabung? Komunitas Peta Hijau siap memandu. Tarbawi S ebuah poster besar layaknya lukisan menempel di sebuah halte Transjakarta. Nampak menonjol, karena terpasang pada dinding dengan kotak kaca besar. Ternyata sebuah peta. Tapi tak sekadar peta. Tak hanya garis-garis panjang yang biasa terdapat di setiap peta, akan tetapi kaya ikon dengan keterangan peta yang mudah dan lengkap. Sebuah peta tematis yang menampilkan lokasi-lokasi wisata alam dan budaya lengkap Edisi 225 Th.11, Rabiul Akhir 1431, 8 April 2010 dengan keterangan, tentu menarik dan menggugah. Sekadar contoh, ada simbol gambar ikan, berarti di daerah tersebut terdapat habitat air. Pemberian simbol yang universal se­ bagai petunjuk dengan menggunakan suatu ikon di peta sangat membantu orang awam sekalipun, untuk menerjemahkan informasi yang tampak. Sepertinya inilah yang dibutuhkan banyak orang. Tidak semua orang tahu akan hal-hal bagus yang ada di sekitarnya, terlebih para pelancong. Rasa penasaran pun akan hinggap dan dari sinilah sebuah petualangan akan dimulai. Peta ini dikemas sebagai Peta Hijau Jakarta, yang disusun oleh komunitas Peta Hijau. Pada edisinya yang keenam, peta Edisi 225 Th.11, Rabiul Akhir 1431, 8 April 2010 hijau banyak menampilkan keberadaan situ di sekitar Jakarta. “Peta ini kami buat setelah tragedi Situ Gintung yang seakan memberikan pesan, jangan pernah mengabaikan alam,” ujar Nirwono koordinator Komunitas Peta Hijau Jakarta. Pada awalnya peta hijau sendiri digagas pada tahun 1994, oleh seorang warga Amerika Serikat, Wendy Brawer, datang berkunjung ke kebun binatang Gembiraloka di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Namun Brawer mendapati kesulitan ketika hendak berkeliling menikmati area wisata tersebut. Timbul dalam benaknya sebuah gagasan untuk membuat semacam tanda atau petunjuk agar orang lain dapat mengenali suatu kawasan. Gagasannya tersebut terlaksana manakala Brawer kembali ke negaranya pada tahun 1995. Brawer yang tinggal di New York memelopori pembuatan peta hijau untuk kawasan New York dan sekitarnya. Geliatnya di Indonesia baru dimulai pada tahun 2000 ketika Marco Kusumawijaya yang kini menjabat sebagai Ketua Komunitas Peta Hijau Indonesia terlibat dalam beberapa kegiatan penghijauan. Komunitas Peta Hijau Indonesia sendiri sudah tersebar di beberapa tempat di Indonesia. Berpusat di Yogyakarta, komunitas peta hijau terus berkembang di beberapa wilayah perkotaan. Diantaranya Jakarta, Tarbawi 57 Nirwono, koordinator Komunitas Peta Hijau Jakarta Bandung, Aceh, Makasar, Sanur, Bukit Tinggi, dan Surabaya “Komunitas Peta Hijau memang berbasis kota dan tranportasi publik, misalnya pada komunitas Peta Hijau Jakarta, kita memetakan yang ada di seluruh Jakarta, tetapi yang kita petakan adalah kawasankawasan hijau yang berbasis transportasi publik. Karena rasanya tidak mungkin ketika kita merekomendasikan satu tempat hijau dicapai dengan menggunakan kendaraan pribadi. Prinsip kita, kalau mau menuju lokasi yang hijau juga harus de­ngan cara yang hijau,” ungkap Nirwono pria yang bekerja sebagai landscape architect ini. Maka tak heran, di setiap peta yang dibuat oleh komunitas Peta Hijau Jakarta selalu menyematkan sebuah catatan tentang bagaimana cara sampai di lokasi dengan kendaraan umum,” tambahnya. Saat ini anggota komunitas Peta Hijau Jakarta yang tergabung dalam milis sudah berjumlah 200 orang Pembuatan peta hijau disusun berdasarkan hasil survey yang dilakukan anggota komunitas. Relawan pemetaan ‘terjun’ ke wilayah yang ditentukan, membuat survey dengan menelusuri gang–gang kecil. Hasil survey ini kemudian dikumpulkan dan didiskusikan bersama-sama anggota komu58 Tarbawi nitas. “Terkadang kita menemui kampung hijau, tempat bersejarah, tempat daur ulang sampah justru berada di tengah–tengah perumahan,“ ujar Nirwono. Tak sedikit kendala yang mereka temui. Salah satunya mereka seringkali dicurigai sebagai orang pemerintah yang akan melakukan penggusuran, sehingga masyarakatnya sudah tertutup. “Kalau mau survey suka banyak yang tanya, Bapak dari pemda ya, mau ada penggusuran ya, namun setelah dijelaskan mereka biasanya langsung terbuka” kata Nirwono sambil tersenyum. Nirwono menambahkan bahwa ada tiga kategori yang digunakan untuk menyusun peta hijau. Pertama, nature (alam). “Kadang kita berpikir, alam itu tidak selalu identik dengan pohon. Tapi juga bisa juga taman, situ, daerah resapan air dan sebagainya,” ujarnya. Kedua, sustainable living (kehidupan berkelanjutan). “Di sini ada lokasilokasi yang kita sebut sebagai kampung hijau. Ada lokasi pengolahan sampah atau tempat pengepulan sampah. jadi hijau di sini adalah sikap hidup yang berkelanjutan atau ramah lingkungan,” ujar Nirwono. Dan yang ketiga, Culture and Society (masyarakat dan budaya). “Artinya kita juga memetakan hal-hal yang berhubungan dengan sejarah seperti museum, galeri, pusat kesenian, gedung kesenian atau kampung yang masih memegang adat dan tradisi,” paparnya. Setelah peta hijau berhasil dibuat, untuk mensosialisasikan mereka mengadakan workshop. “Saat ini kami tengah mengadakan kompetisi pembuatan peta hijau tingkat SMU. Kegiatan ini untuk melatih mereka membuat peta hijau untuk kawasan sekolah. Harapannya 5 sampai 10 tahun lagi mereka bisa menjadi pelopor pembuat Edisi 225 Th.11, Rabiul Akhir 1431, 8 April 2010 peta hijau di lingkungan mereka masing-ma sing,” ujar Nirwono berharap. Selain kegiatan workshop, Komunitas Peta Hijau juga mengadakan tour setiap dua bulan sekali yang pesertanya tidak hanya dari anggota komunitas tapi juga semua kalangan masyarakat. “Dalam kegiatan ini peserta akan mengunjungi beberapa lokasi hijau. Biasanya dalam perjalanan kami akan sisipkan cerita mengenai lokasi yang di kunjungi. Ketika di lokasi, akan ada narasumber dari warga setempat yang menceritakan tentang daerah yang kita kunjungi. Sehingga peserta akan terinspirasi untuk melakukan hal yang sama di tempat me­reka,” jelas Nirwono ketika ditemui Tarbawi di daerah Lebak Bulus. Peta Hijau Jakarta yang dibuat oleh komunitas ini mendapat perhatian dari Dinas Perhubungan yang berujung pada proyek kerjasama untuk membuat master plan jalur sepeda di Jakarta bersama dengan komunitas Bike2Work. “Master plan sudah jadi, Insya Allah semoga tahun ini akan dibangun projectnya,” papar Nirwono. Ketika ditanya tentang syarat keanggota Edisi 225 Th.11, Rabiul Akhir 1431, 8 April 2010 an, Nirwono menegaskan tidak ada syarat yang memberatkan. “Semua boleh masuk menjadi komunitas peta hijau. Artinya tidak terbatas anak sekolah atau mahasiswa. Semua profesi boleh. Tapi syaratnya satu, dia punya komitmen terhadap lingkungan, kemudian dia bisa ikut terlibat sebagai sukarelawan pemetaan maupun membantu dalam kegiatan-kegiatan workshop dan lainnya,” jelasnya. Nirwono juga mengungkapkan agenda terdekat peta hijau yang akan bekerjasama dengan yayasan tunanetra untuk membuat peta hijau khusus untuk tunanetra. “Mungkin ini akan menjadi yang pertama di Indonesia. Biasanya gerakan hijau melibatkan orang normal, tapi saudara-saudara kita yang tunanetra tidak pernah dilibatkan,” ujar Nirwono bersemangat. Di tengah kepadatan kita mengejar segala mau, seringkali kita lupa betapa berharganya alam dan lingkungan. Air, pepohonan, dan segala kawasan hijau adalah keniscayaan bila kita menginginkan harmoni. Ada petunjuk menuju kesana: peta hijau. p Tarbawi 59 Alamiyat | Dunia Islam Oleh M. Lili Nur Aulia Sinagog Kharab Hal 60 Masjid Al Aqsha? S ejak awal tahun 2010, terasa sekali berbagai indikator yang muncul terkait rencana Yahud­ isasi Al Quds. Lihatlah, intensitas aksi serangan Yahudi radikal ke Masjid Al Aqsha yang berulangkali terjadi hingga tentara Israel berani melontarkan tem­ bakan gas air mata dan peluru karet kearah pintu ruang utama Masjid yang disebut Masjid Al Qibali. Hingga peristiwa menghebohkan yang terjadi, peresmian Si­ nagog terbesar bernama Kharab. Sebuah kajian dari Al Quds International Institu­ tion menyebut Zionis memang ingin aksi lebih konk­ ret di tahun 2010 ini. Terlebih dengan latar belakang pengalaman buruk yang dialami Zionis Israel paska kegagalan perang atas Libanon, setelah keterpurukan Tarbawi Edisi 225 Th.11, Rabiul Akhir 1431, 8 April 2010 Hampir semua pengamat masalah Palestina sepakat, tahun 2010 merupakan tahun penting yang dinanti-nanti oleh penjajah Israel. Di tahun itulah, Israel yakin dapat mewujudkan keinginannya; menjadikan Al Quds (Jerussalem) sebagai ibukota Yahudi yang seluruhnya mencerminkan Yahudi, baik penduduk, agama, dan peradabannya. luar biasa karena tak mampu mengalahkan Hamas di Gaza, juga kegagalan melakukan Yahudisasi atas Al Quds sepanjang 43 tahun. Terjadi pula beberapa perubahan paradigma komunitas Yahudi, dari yang menganggap kesucian sejarah Yahudi ada di area Masjid Al Aqsha dan menyebutnya sebagai lokasi sakral bagi Yahudi. Dan pe­ rubahan paradigma sebagian Yahudi yang menganggap Kuil III tak perlu dibangun di atas tanah Masjid Al Aqsha. Rangkaian peristiwa itu mendorong Zi­ onis Israel berkeras untuk bisa mewujudkan target kejahatannya secara lebih terukur. Dan itulah yang dirasakan langsung oleh Edisi 225 Th.11, Rabiul Akhir 1431, 8 April 2010 Al Quds sejak awal tahun 2009, bersamaan dengan aksi gila militer Israel atas Gaza. Tahun 2009 menjadi tahun derita paling berat bagi umat Islam, Masjid Al Aqsha dan Al Quds, mengingat terlampau seringnya tentara Israel menyerang Masjid Al Aqsha dan terlampau banyaknya penduduk Al Quds yang diusir dan dikuasai Israel tanah serta rumah mereka. Mengenal Bahaya Sinagog Kharab Sinagog Kharab adalah bangunan si­ nagog terbesar milik Israel yang berjarak beberapa puluh meter saja dari Masjid Al Aqsha. Kisah tentang sinagog ini se­ sungguhnya sudah bermula sejak tahun 2001. Kala itu, Zionis Israel menetapkan pembangunannya dengan asumsi biaya tak kurang dari 12 juta dollar, yang sudah terkumpul hasil subsidi Israel dan berbagai konglomerat Yahudi di seluruh dunia. Pembangunannya sendiri baru dimulai di tahun 2006, usai digambarkan peta lokasi dan kontruksi bangunannya secara utuh berdasarkan peta sebuah sinagog yang hancur di tahun 1948. Israel, melalui keterangan resmi mereka, menjelaskan misi pengelolaan Sinagog Kharab melalui sebuah lembaga bernama “Dana Budaya Tembok Ratapan”. Sinagog yang letaknya bersebelahan dengan Masjid Al Umari, di atas tanah wakaf yang diberikan penduduk Palestina Tarbawi 61 ... peresmian Sinagog Kharab adalah langkah itu, memiliki tinggi bangu­ fenomenal Yahudi sebagai tanda mereka nan 24 meter dan kubahnya memiliki 12 jendela. Den­ berhasil mengukuhkan Al Quds sebagai ibukota Israel, keberhasilan penting Yahudisasi Al gan kubah warna putih, Quds, dan Sinagog itu akan menjadi simbol keberadaan sinagog sangat penting bagi ritual Yahudi di Al Quds. mencolok bila dilihat dari lokasi Masjid Al Aqsha. Apalagi bila diketahui ja­ raknya memang dekat dengan tembok sisi tina yang mencoba menghalangi mereka. barat Masjid Al Aqsha, yang di sisinya Tapi aksi-aksi itu bisa dikatakan berhasil, adalah Masjid Al Umari, sebuah masjid karena didukung oleh aparat polisi dan bersejarah milik Umat Islam yang ditutup tentara Israel. oleh Zionis Israel. Kontruksi bangunan kubah Sinagog yang besar dan berwarna Sejarah Kharab menurut Zionisme putih juga ditujukan untuk kian menyamar­ Tentu saja, riwayat sejarah versi Yahudi, kan simbol Masjid Al Aqsha dan Masjid hanyalah berdasarkan cerita atau klaim dari Qubbatu Shakhrah (kubah emas) yang ada para pimpinan mereka di berbagai tempat. di Al Quds. Mereka menanamkan keyakinan bahwa Tiga bulan sebelum akhirnya diresmikan orang Yahudi adalah pemilik dan penguasa pada 16 Maret 2010, berbagai media massa wilayah Al Quds, yang kini dimiliki oleh Zionis Israel sudah gencar mengangkat umat Islam. informasi peresmian Sinagog Kharab ini. Kisah Sinagog Kharab berdasarkan to­ Media-media massa Israel telah menyebut­ koh agama Yahudi di abad ke delapan belas. kan bahwa proyek pembangunan Sinagog Saat itu, konon sekelompok Yahudi yang Kharab itu akan rampung di pertengahan jumlahnya antara 300 hingga 1000 orang bulan Maret 2010. Dan, sesuai banyak asal Belanda datang ke Al Quds. Mereka artikel yang dimuat di harian Haaretz ber­ menghimpun dana untuk memberi suap ke bahasa Ibrani, peresmian Sinagog Kharab sejumlah pegawai Daulah Utsmaniyah un­ adalah langkah fenomenal Yahudi sebagai tuk mendapatkan izin membangun sebuah tanda mereka berhasil mengukuhkan Al sinagog bagi mereka. Tapi, mereka gagal Quds sebagai ibukota Israel, keberhasilan menghimpun uang untuk mengumpul­ penting Yahudisasi Al Quds, dan Sinagog kan dana untuk area tanah yang harusnya itu akan menjadi simbol penting bagi mereka beli. Karenanya, sebuah sinagog ritual Yahudi di Al Quds. Seiring dengan yang sudah dibangunpun menjadi tidak informasi peresmian Sinagog Kharab, atau sempurna dan ditinggalkan begitu saja kar­ sejak awal tahun 2010, beragam kelompok ena para pemilik tanah akhirnya meminta ortodoks Yahudi pun melakukan sejumlah mereka mengembalikan tanah itu. Akh­ aksi “pemanasan” dengan beberapa kali irnya sinagog itu ditinggalkan begitu saja menggelar ritual di halaman masjid, meski sampai hancur (kharab). Selama 89 tahun harus berhadapan dengan pemuda Pales­ berikutnya, sinagog itu tetap rusak karena tak ada yang mengurus. Itulah sebabnya, sinagog dinamakan Kharab yang artinya kehancuran. Pada tahun 1948, dalam versi sejarah Is­ rael pasukan Jordania pimpinan komandan Abdullah At Tall meminta bantuan Palang Merah Internasional untuk mengeluarkan semua orang yang bersembunyi di dalam Si­ nagog. Zionis memang menjadikan sinagog itu sebagai benteng pertahanan mereka un­ tuk memerangi pasukan Jordania. Koman­ dan Abdullah At Tall memberi waktu 12 jam agar mereka keluar. Karena negosiasi itu diabaikan, akhirnya pasukanpun melakukan serangan ke dalam sinagog. Ada lagi versi lain yang menguatkan bahwa Sinagog ini harus berdiri dan memi­ 62 Tarbawi Edisi 225 Th.11, Rabiul Akhir 1431, 8 April 2010 Edisi 225 Th.11, Rabiul Akhir 1431, 8 April 2010 liki nilai ideologis bagi Yahudi. Konon jauh sebelum konflik militer di Palestina, pernah ada seorang Hakhom (tokoh agama Yahudi) yang hidup di tahun 1750 dan menuliskan ungkapan, bahwa hari pembangunan kem­ bali Sinagog Kharab di lokasi, adalah hari pembangunan kembali Kuil III atau Kuil Solomon yang diyakini ada di atas lokasi Masjid Al Aqsha. Keyakinan itulah yang kini berkembang kuat di kalangan orthodoks Yahudi. Bahwa momentum peresmian Sinagog Kharab di Al Quds ( Jerussalem) bertepatan dengan hari yang diyakini sebagai saat pembangu­ nan Kuil Solomon. Di antara tujuan rahasia yang diinginkan Israel, melalui pembangu­ nan dan peresmian Sinagog Kharab , adalah untuk mengikat Al Quds dengan sejarah Yahudi yang konon dahulu memiliki Al Quds. Itu juga yang disampaikan pakar arkeologi Israel Maer ben David, tokoh Israel yang menolak klaim bahwa wilayah itu merupakan wilayah sejarah Yahudi, sebagaimana disuarakan resmi penjajah Israel. Al Aqsha International Institution me­ nyebut bahwa dinamakan Sinagog Kharab adalah sebagai langkah pertama Yahudisasi yang akan mengaitkan rencananya dengan pembangunan Kuil III dengan dukun­ gan kekuasaan penjajah Israel dan lokasi pemukiman penduduk yang kini sudah mengepung Masjid Al Aqsha. Termasuk langkah Israel yang seiring dengan Sinagog ini, adalah menghilangkan berbagai simbol historis Islam di Al Quds, dengan men­ jadikan Masjid Al Ibrahimi di Al Khalil dan Masjid Bilal bin Rabah di Beitlehem sebagai wilayah cagar budaya Israel. Seperti itulah yang tercatat dalam berbagai sumber Tarbawi 63 sejarah Yahudi yang juga telah dipublikasi­ kan Israel tiga pekan sebelum peresmian Sinagog Kharab. Setelah peresmian Sinagog Kharab yang merupakan simbol Yahudi terbesar dan terpenting di Kota Lama, pihak Zionis Is­ rael direncanakan akan mulai memba­ngun bangunan tambahan lain yang bisa mem­ perkokoh esksistensi agama Yahudi di kota tersebut. Salah satu yang sudah santer ada­ lah pembangunan sinagog ‘Quds Nur” yang sudah dibicarakan dan direncanakan tahun 2008 lalu. Kalau rencana ini direalisasikan, maka tempatnya adalah di atas kantor pengadilan Islam yang memang menempel di pagar sebelah Barat Masjid AlAqsha. Rencana ini, sekali lagi, akan mengalami puncaknya dengan pembangunan Kuil III yang sudah diimpi-impikan Israel, di atas area berdirinya Masjid Al Aqsha. p Rekomendasi Al Quds International Institution: Selamatkan Al Aqsha, Jangan Tunda Lagi Semua perkembangan cepat dan proyek-proyek Yahudisasi semakin tidak bisa dihentikan dan dibendung di tahun 2010, maka kami merekomendasikan hal-hal berikut ini: 1. Menjadikan Isu al-Quds sebagai i­su pemersatu dan penyatu, dengan menggalang semua upaya pemerintah dan non pemerintah untuk membela Al-Quds. 2. Membantu secara materi kepada penduduk asli al-Quds agar bisa tetap tinggal di kota suci tersebut dan hidup secara independen dari pengaruh Zionis Israel. 3. Menghentikan koordinasi keamanan dengan pihak Zionis Israel untuk mengejar dan memburu para pejuang Palestina di Tepi Barat. 4. Menyerukan kepada KTT Arab di Libia agar bangsa Arab dan umat Islam bertanggungjawab penuh atas kota alQuds berikut tempat-tempat sucinya, baik milik umat Islam atau orang Kristen. Segera 64 Tarbawi mengambil sikap politik yang mendukung perjuangan dan kegigihan penduduk AlQuds. 5. Mempertegas pentingnya rekonsiliasi nasional Palestina karena perselisihan internal Palestina tidak bisa dijadikan alasan untuk melepaskan tanggung jawab umat Islam dan Arab dari kota Al-Quds. 6. Menyerukan umat Islam untuk melakukan aksi-aksi solidaritas menentang kebiadaban Zionis Israel atas kota al-Quds dan tempattempat sucinya, baik milik umat Islam ataupun milik umat Kristen. 7. Mengintensifkan kepedulian ini melalui pemberitaan di media atas apa yang kini terjadi di kota Al Quds, khususnya masjid Al-Aqsha, tanpa menunda-nunda lagi. Edisi 225 Th.11, Rabiul Akhir 1431, 8 April 2010 Edisi 225 Th.11, Rabiul Akhir 1431, 8 April 2010 Tarbawi 65 Jaulat | Catatan Perjalanan Hal 66 Oleh Rahmat Ubaidillah NESTAPA PARA Pencari Suaka Di negeri tempat orang-orang itu berasal, tak pernah bisa dipahami apa sesungguhnya alasan sebuah perang atau konflik berdarah. Kini mereka terdampar di negeri baru tempat transit sementara dengan kendala utama: bahasa. 66 Tarbawi D elapan orang anak berwajah kaukasoid sedang asyik bermain kejaran-kejaran. Mereka begitu ceria. Tertawa lepas. Sumringah. I am White Tiger. You, Muhammad Red Tiger. We are Tigers from Kabul, Afghanistan. Teriak seorang bocah yang paling besar di antara mereka bernama Mahmud. Sejurus kemudian, mereka memasang kuda-kuda ala seekor macan yang akan melompat dengan kuku yang mencengkram. Mengaum lucu. Mereka mungkin punya mimpi menjadi pahlawan. Mimpi anak-anak kebanyakan. Tapi Bocahbocah tak berdosa itu terpaksa harus ikut orangtuanya mencari tempat perlindungan sementara untuk kemudian mencari suaka di negeri Kangguru, Australia. Menurut Mahmud (11), bersama keluarganya ia telah menetap selama dua bulan setengah di Indonesia. “Saya Edisi 225 Th.11, Rabiul Akhir 1431, 8 April 2010 berharap kami bisa langsung ke Australia pada awal April ini,” jelasnya dengan bahasa Inggris yang terbata-bata. Siswa sekolah dasar yang harus meninggalkan bangku sekolah ini juga menjelaskan bahwa kepergian mereka dari Kabul, Afghanistan karena kondisi negara mereka yang terus didera peperangan. “Kata Ayah, kita akan pergi ke Australia karena ingin mendapatkan perlindungan yang lebih baik,” urainya lagi. Sementara itu, beberapa orang dewasa berwajah kaukasoid berlalu lalang di jalanan kampung. Mereka berjalan kaki sekitar 1 km, menuju jalan utama Puncak Bogor. Untuk berbagai keperluan. Wilayah Puncak yang berbukit itu, seperti sebuah perkampungan orang asing. Warga sekitar tampak sudah terbiasa dengan pemandangan tersebut. Mereka melaksanakan aktivitas seperti biasanya. Tanpa harus merasa terganggu. Para imigran yang kebanyakan berasal dari Afghanistan, Irak, Pakistan itu tinggal di rumah-rumah penampungan yang disediakan oleh UNHCR (United Nations High Commissioner for Refugees). Sebuah organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa yang memberikan perlindungan dan bantuan kepada pengungsi dunia. Untuk sementara waktu para imigran tersebut ditempatkan di Kampung Ciburial, Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Puncak, Bogor. Tarbawi merasa kesulitan untuk berbincang dengan Edisi 225 Th.11, Rabiul Akhir 1431, 8 April 2010 Asep Ma’mun Nawawi, Sekretaris Desa Tugu Utara mereka karena kendala bahasa. Menurut Sekretaris Desa Tugu Utara, Asep Ma’mun Nawawi (41), keberadaan mereka di daerah Puncak sudah berlangsung cukup lama. Sampai awal 2010, menurutnya ada sekitar 219 imigran yang tinggal di Desa Tugu Utara yang tersebar di beberapa kampung. “Secara koordinasi, antar lembaga dilakukan tidak langsung. Pihak UNHCR berkoordinasi dengan pemerintah pusat. Sejak kedatangan para imigran tersebut, bukan mereka yang melapor, malah kita yang menjemput bola. Kita berusaha pro aktif mendata mereka. Jadi tidak pernah ada koordinasi antara UNHCR dengan aparat desa. Sistemnya terpusat,” tegasnya. Asep mengeluhkan kendala bahasa. Para imigran yang datang itu hanya bisa bahasa negara mereka sendiri. Tidak bisa berbahasa Arab atau Inggris. “Ini menjadi Tarbawi 67 kendala yang sangat penting. Sehingga kami merasa kesulitan dalam bersosialisasi. Para imigran yang tinggal di daerah kami, sifatnya hanya sementara. Antara 1 hingga 3 bulan. Setelah itu mereka pergi,” tegasnya. Anita seorang staff UNHCR menjelaskan bahwa Pemerintah Indonesia adalah salah satu negara yang belum menandatangani Konvensi Jenewa tahun 1951 dan Protokol tahun 1967, dan peraturan hukum nasional untuk pencari suaka dan pengungsi di Indonesia belum ada. Jadi menurutnya Indonesia hanya menjadi tempat transit saja. “Di Indonesia, pemerintah merujuk para pencari suaka kepada UNHCR untuk melaksanakan prosedur penentuan status pengungsi. Mereka itu akan diidentifikasi sesuai dengan kebutuhan perlindungan Internasional oleh UNHCR dan diberikan izin tinggal di Indonesia oleh Pemerintah Indonesia sampai dengan mereka mendapatkan solusi berkelanjutan. Salah satunya di wilayah Puncak, Bogor, Jawa Barat,” tegasnya. Masih menurutnya, UNHCR bekerja sama dengan pemerintah Indonesia dan Lembaga Swadaya Masyarakat dalam menjamin pencari suaka dan pengungsi di Indonesia. Agar me­reka tidak ditindak atau dikembalikan ke negara asalnya dan mendapatkan jalan untuk perlindungan Internasional. UNHCR Indonesia tetap menerapkan seleksi ketat dalam memberikan status pengungsi atau pencari suaka. Mereka yang dicurigai terlibat dalam kejahatan terhadap kemanusiaan dan terorisme tidak akan mendapat status pengungsi atau pencari suaka. Para pengungsi dan pencari suaka mendapat bantuan tunjangan bulanan yang besarnya sesuai upah minimum regional di DKI Jakarta. Adapun besaran tunjangan 68 Tarbawi Ribuan imigran diperkirakan masih berada di Indonesia untuk mengurus status sebagai pengungsi atau pencari suaka. bervariasi tergantung jenis kelamin dan usia penerima. “Lama waktu untuk mengurus status pengungsi atau pencari suaka, ujar Anita, biasanya berlangsung sekurangnya selama tiga puluh hari. Ribuan imigran diperkirakan masih berada di Indonesia untuk mengurus status sebagai pengungsi atau pencari suaka. Alasan terbesar karena kondisi negara mereka yang sedang dilanda perang, konflik internal bersenjata, genocide hingga mereka yang ingin memperbaiki kehidupan karena kemiskinan. Kasus Imigran Gelap Indonesia sangat terkenal dengan sebutan Bantar Gebang Pengungsi dan Pencari Suaka Dunia. Hal tersebut disebabkan letaknya yang sangat strategis, dekat Australia dan relatif mudah diterobos karena berbentuk kepulauan dan banyak penyeberangan ilegal. Maka Indonesia menjadi tempat transit yang banyak diminati pengungsi dari Afghanistan, Irak, Iran, Somalia, Srilanka, Myanmar, Yaman dan negaraEdisi 225 Th.11, Rabiul Akhir 1431, 8 April 2010 negara lain. Penyelundupan manusia terus meningkat tahun-tahun belakangan ini. Bahkan semakin banyak imigran berpaling ke sindikat kejahatan terorganisir guna mewujudkan cita-cita mereka untuk hidup yang lebih baik. Ada juga yang masuknya resmi menggunakan visa turis. Tetapi mereka menetap di Indonesia setelah masa berlaku visa sudah habis. Para pengungsi ini menjadi beban bagi pemerintah RI, karena harus memberi biaya makan, pengobatan dan lain-lain. Sejak tahun 1996, para imigran yang sebagian besar dari Timur Tengah dan Asia Tengah, membayar uang dalam jumlah banyak kepada penyelundup manusia, yang mengatur perjalanan mereka dan mengusahakan dokumen dan visa palsu untuk kepergian mereka ke Australia. Dalam sebagian besar kasus, perjalanan mereka ke Australia melibatkan persinggahan ke Indonesia, dimana banyak yang ditelantarkan. Belum lagi yang tenggelam di laut lepas dan tidak sampai ke tempat tujuan. Para imigran yang datang ke Indonesia terdiri dari berbagai latar belakang. Ada yang berasal dari Negara-negara Muslim, ada juga kalangan Drug Dealers & Formulator Narkoba Negara-negara Muslim menjadikan Indonesia sebagai tujuan utama untuk masuk secara illegal. Tidak bisa di­ salahkan karena yang terjadi di negeri me­ reka adalah peperangan, konflik berdarah, bahkan mungkin genocide. Sebut saja mulai dari Irak (tertinggi), Iran, Afghanistan, Sri Lanka dan Pakistan menempati urutan tertinggi sebagai imigran gelap yang masuk ke Indonesia dengan berbagai cara. Apapun alasannya, ekonomi, kemanusiaan, perang, konflik, pendatang gelap Edisi 225 Th.11, Rabiul Akhir 1431, 8 April 2010 biasanya akan menimbulkan masalah. Banyak sekali faktornya, mulai dari kendala bahasa, budaya, tata cara, agama, dan sebagainya. Untuk mengatasi hal ini UNHCR di Indonesia mencoba mencari solusi yang tepat. Caranya, UNHCR melaksanakan berbagai program bantuan kepada para pengungsi. Selain itu, juga menjamin kebutuhan mereka, kesehatan, sosial psikologi dan keamanan yang mereka butuhkan. Perhatian khusus juga diberikan terutama kepada risiko-risiko tertentu yang berkaitan dengan tingkat usia dan gender Pemerintah Indonesia mengizinkan orang-orang menetap di Indonesia sampai suatu solusi bagi mereka diperoleh. Interaksi Dengan Warga Sekitar Abidin (42), Ketua RT 01/05 Kampung Ciburial menilai bahwa kehadiran para pencari suaka tersebut tidak terlalu banyak berdampak secara ekonomi dan sosial pada masyarakat di sekitarnya. Sangat berbeda, menurutnya dengan keberadaan turis yang datang dari Saudi Arabia. “Turis yang datang dari Saudi itu ramah-ramah serta mau bergaul dengan masyarakat. Mereka kebanyakan orang mampu. Secara bahasa pun kita bisa saling mengerti,” tegasnnya. Meski demikian, Abidin, tidak menampik adanya turis yang berbuat nakal, seperti terlibat dalam perzinahan terselubung dan minuman keras. “Setiap orang berbedabeda, ada yang nakal, banyak juga yang taat. Jaman Nabi aja kan ada Abu Jahal. Para turis yang taat beragama sering datang bersama keluarganya. Mereka sering membantu kegiatan sosial warga dan membantu pembangunan masjid. Secara ekonomi, penyewaan villa meningkat, rental mobil Tarbawi 69 bertambah, ibu-ibu yang bekerja sebagai juru masak juga kebagian rejeki. Bahkan ada beberapa warga yang sudah sangat dekat, ada yang diberi modal, diberangkatkan haji, sampai dibelikan rumah,” tegasnya bersemangat. Sementara untuk para pencari suaka, mereka boleh dikatakan orang tidak mampu. Untuk sekadar keluar mencari kebutuhan hidupnya, mereka terkadang harus berjalan kaki. “Bagi warga kami, keuntungan yang didapat hanya dari penyewaan rumah-rumah untuk tempat tinggal mereka. Selebihnya tidak ada,” urainya. Ketika sedang berbincang dengan Tarbawi, tiba-tiba datang dua orang tamu berwajah kaukasoid ke rumah Abidin. Setelah meng­ ucapkan salam, kedua tamu tersebut bertanya sesuatu. Kami terdiam karena tidak mengerti apa yang mereka katakan. “Bait, bait (rumah-rumah). Ma fii ma’lum (tidak ada),” tegas Abidin kepada tamunya. Kedua tamu itu pergi sambil berkata “thanks”. 70 Tarbawi “Susah juga kalau mereka tidak terlalu bisa bahasa Arab atau Inggris. Jadinya saling bengong-bengonngan dulu. Mereka itu ingin cari rumah sewaan. Alhamdulillah, saya bisa ma fii ma’lum. Daripada nggak,” tegas Abidin sambil tersenyum lebar. Sebagai ketua RT Abidin terus mengawasi pertambahan para pencari suaka yang datang dan pergi. Ia mengeluhkan karena seringkali pemilik rumah tidak melaporkan mereka yang datang menyewa. “Kalau sudah begitu bisanya saya yang pro aktif. Karena kendala bahasa, warga tidak bisa berkomunikasi dengan mereka. Istilahnya hare-hare (masing-masing) yang penting tidak mengganggu ketertiban umum,” jelasnya lagi. Bahkan para tamu itu juga seringkali keluar dan keluyuran di tengah malam. Mereka biasanya mencari wartel untuk menelpon keluarganya di negara asal. “Mungkin ketika di sini malam, di sana siang. Jadi mereka nelponnya malammalam. Untungnya warga sudah terbiasa,” tegasnya. Abidin juga jarang melihat mereka ikut serta dalam kegiataan warga, meski untuk sekadar shalat berjamaah. “Saya berbaik sangka, mungkin mereka mengqoshor shalat di tempat masing-masing,” tambahnya lagi. Meski demikian, sebagai ketua RT Abidin sering merasa kasihan melihat anak-anak para pencari suaka itu. “Kalau lagi ada rejeki, saya suka panggil anak-anak itu, dan saya berikan makanan alakadarnya. Mereka kelihataan sangat senang. Meski terkendala bahasa, saya mencoba memahami gerak tubuh mereka. Ada juga yang sedikit-sedikit mengerti bahasa Indonesia, terutama bagi mereka yang sudah lama di Indonesia,” kenang Abidin. Lebih dari Edisi 225 Th.11, Rabiul Akhir 1431, 8 April 2010 itu, Abidin pernah menyaksikan para pencari suaka yang belum lama di Indonesia memerlukan uluran tangan. Baru tiba. Mereka berkeliling dan meminta ijin mencari buah-buahan di kebun. “Sebagai sesama Muslim, saya miris melihat hal itu. Kebetulan saya menjaga sebuah Villa yang ada kebunnya. Mereka saya ijinkan mencari buah labu, papaya bahkan daun singkong. Mungkin mereka sudah merasa kelaparan,” tegasnya dengan mata berkaca-kaca. Jika musim maulid tiba, Abidin terkadang suka memberi anak-anak para pencari suaka itu makanan khas maulid (berkat). “Mungkin saja sebenarnya, orang-orang disini mau membantu mereka. Tetapi masing-masing terkendala bahasa,” tambahnya lagi. Abidin menambahkan, jika ada keluarga pencari suaka akan pergi, ada diantara mereka yang pamit. Mengucapkan salam perpisahan. “Dengan bahasa Indonesia yang terbata-bata mereka pamit. Mereka bilang orang Indonesia murah senyum. Mereka juga berterima kasih. Bahkan mendoakan semoga Indonesia aman, tidak seperti kondisi negara mereka yang sedang perang,” kenang Abidin sambil menatap langit-langit. Munawaroh (55) yang tinggal bersebelahan dengan para pencari suaka itu, merasakan hal yang sama. “Mereka berkelompok saja dengan orang mereka ma­sing-masing. Tidak bergaul dengan warga. Padahal diantara mereka ada yang bekerja sebagai supir, menjadi pekerja penukaran valuta asing dan pelayan Shisha,” tegasnya sambil menyapu lantai. “Sebenarnya saya merasa kasihan loh melihat mereka. Apalagi melihat anakanaknya yang lucu-lucu dengan memakai jilbab. Ingin juga sih mengajak mereka Edisi 225 Th.11, Rabiul Akhir 1431, 8 April 2010 main dirumah saya. Kan orang Muslim itu bersudara. Tetapi karena kita sama-sama nggak ngerti bahasa masing-masing, jadinya saling diam saja. Paling melepas senyum,” jelasnya. Sementara Ukhrowi (40), seorang warga yang berbincang dengan Tarbawi seusai shalat Jum’at, menyampaikan kenangannya ketika pertamakali melihat mereka yang datang ke kampungnya. Dengan berwajah asing. Ia berpikir para tamu itu bisa membantu kegiatan sosial di kampungnya. Membantu dana. “Ternyata mereka juga di sini dibiayai PBB. Butuh bantuan juga,” jelasnya sambil tertawa. Lebih dari itu, Ghausul Alam, ustadz dan tokoh masyarakat setempat merasa serba salah dengan kondisi seperti itu. “Mereka itukan tamu, apalagi sudah dapat ijin dari pihak imigrasi, jadinya kita tidak bisa berbuat apa-apa. Apa yang mereka kerjakan di villa atau di rumah penampungan tidak bisa kita pantau,” tegasnya. Ia ingin sekali berkenalan dan berbincang dengan para pencari suaka tersebut. Kendala yang sama adalah masalah bahasa. Saling tidak memahami. “Saya menyadari mengapa mereka tidak akrab dengan masyarakat sekitar. Mungkin mereka sibuk mengurusi surat-surat untuk masuk ke negara seperti Australia,” tegasnya. Di negeri-negeri tempat orang-orang itu berasal, tidak pernah bisa dipahami apa sesungguhnya alasan sebuah perang atau konflik berdarah. Mereka kini hanya punya satu pemahaman, bahwa terlalu rumit untuk sekadar melanjutkan hidup di tanah kelahiran yang mereka cintai. p Tarbawi 71 Galeri Tarbawi Oleh Edi Santoso Dr Tawfik AlKusayer mencoba memberikan resep menjadi bahagia dengan pendekatan ilmiah dalam bukunya ‘Seni Menikmati Hidup’. Hal 72 Resep Bahagia Dr Tawfik Al-Kusayer N ampakya tak ada manusia yang tak ingin bahagia. Begitulah, kebahagiaan, selalu menjadi harapan setiap orang. Sayangnya, tak semua orang mudah menemukan kebahagiaan. Tak sedikit pula literatur yang membincangkan berbagai tips menjadi bahagia. Tetapi, tak banyak yang mengulasnya dengan pendekatan ilmiah. Dr Tawfik Al-Kusayer mencoba memberikan resep menjadi bahagia dengan pendekatan ilmiah dalam bukunya ‘Seni Menikmati Hidup’ yang diterbitkan TarTarbawi Edisi 225 Th.11, Rabiul Akhir 1431, 8 April 2010 bawi Press. Memenuhi undangan Tarbawi, Kamis (11/03), Dr Tawfik menyempatkan diri datang ke Indonesia, untuk sejenak berbincang soal buku yang ditulisnya itu. Di panggung utama Islamic Book Fair (IBF) IX, Istora Senayan, Dr Tawfik menceritakan sedikit pengalaman dan isi buku yang berjudul asli ‘Fannul Istimta’ itu. Sayang kehadiran Dr Tawfik agak terlambat. Banyak orang yang menunggu di depan panggung terpaksa meninggalkan tempat terlebih dahulu. Pukul 13.30, pakar nuklir lulusan Iowa State University itu baru mendarat di Bandara Soekarno Hatta Jakarta dari Riyadh Arab Saudi. Menjelang pukul empat sore, pria yang tinggal di Vancouver, Canada itu baru muncul di Edisi 225 Th.11, Rabiul Akhir 1431, 8 April 2010 hotel. “Padahal kami sudah menunggunya sejak pukul dua siang,” kata Sulthon Hadi, salah seorang panitia. Tapi keterlambatan itu cukup terbayar dengan pemaparan Dr Tawfik yang bernas. Pria yang pernah meraih predikat sebagai mahasiswa teladan King Saud University itu berbicara selama kurang lebih satu jam. Namun, kendala bahasa tak terelakkan. Dengan berbahasa arab, perbincangan yang dipandu dan diterjemahkan oleh Fakhruddin Sarkosih Lc itu nampaknya tetap terasa berat. Beberapa istilah sains dalam bahasa Arab lebih sulit dipahami. “Mungkin akan lebih mudah kalau beliau pakai bahasa Inggris saja,” komentar salah seorang peserta. Tarbawi 73 Menurutnya, perasaan bahagia, ditentukan oleh dinamika ketiga unsur, yakni tubuh, ruh, dan akal. Ketiga unsur ini bisa dianalogikan seperti garis-garis yang membentuk pola-pola tertentu. Pola yang paling ideal adalah yang membentuk segitiga sama sisi. “Saya berharap bisa menyadarkan siapapun, untuk mengkaji ulang gaya hidup dan metode berpikir dan berupaya untuk mengatur skala prioritas dengan cara menjadikan pelajaran bahwa hidup ini sangatlah singkat dibanding dengan apa yang kita rencanakan. Mestinya kita bekerja dengan serius dan dilandasi keikhlasan dan tentunya dengan memperhatikan betapa pentingnya kesenangan dan kebahagiaan dari berbagai aktivitas yang kita lakukan,” kata Tawfik. Ilmuwan yang sering tampil di forum internasional itu mengajak kita untuk 74 Tarbawi berpikir rasional dan proporsional tentang kebahagiaan. Menurutnya, perasaan bahagia, ditentukan oleh dinamika ketiga unsur, yakni tubuh, ruh, dan akal. Ketiga unsur ini bisa dianalogikan seperti garis-garis yang membentuk pola-pola tertentu. Pola yang paling ideal adalah yang membentuk segitiga sama sisi. ”Tiga kekuatan kebahagiaan akan seimbang manakala terjadi keserasian panjang dari setiap sisi segitiga itu,” kata Tawfik yang telah melakukan riset selama delapan tahun sebagai bahan bukunya itu. ”Ukuran dari kekuatan itu adalah satu dan semuanya berurutan serta saling terkait dan berputar pada satu poros tertentu, menuju arah yang sama seperti arah jarum jam, di mana segitiga ini akan berputar seperti lingkaran dan semua kekuatannya menuju ke arah yang sama pada poros tertentu,” jelas dia. ”Apabila seseorang menikmati pekerjaannya secara terus menerus dan merasa enjoy dengannya, maka kekuatan-kekuatan yang mendorong lingkaran itu akan mengangkatnya dan akan membentuk silinder.” Seiring perjalanan waktu, lanjut dia, silinder-silinder itu akan beragam bentuknya, ada yang bagian atas dan bawahnya tetap, membesar, atau juga mengecil. ”Itu semua menggambarkan tingkat kebahagiaannya dalam sebuah rentang waktu, apakah konstan, semakin bahagia, atau menurun,” tandas dia. Karena kental dengan nuansa sains, forum bedah buku itu mungkin belum memuaskan peserta yang hadir. Beberapa nampak mengerutkan dahi, mencerna presentasi Dr Tawfik. Untuk lebih jelasnya, memang harus langsung membaca bukunya. Selamat membaca! p Edisi 225 Th.11, Rabiul Akhir 1431, 8 April 2010 Ruhaniyat | Nasehat Ruhani Oleh M. Lili Nur Aulia Hal 76 Mungkinkah Kita ingin lebih serius, berbicara tentang Masjid Al Aqsha. Kiblat pertama kita, yang penuh peninggalan sejarah kita. Sebuah masjid tempat di isra’kannya Rasulullah saw, yang kini tak bisa bebas diziarahi oleh umat Islam kecuali mereka yang berusia di atas 50 tahun. Sebuah bangunan bersejarah yang begitu unik dan penuh arti bagi keimanan kita, namun berada di bawah cengkeraman Zionis Israel selama lebih dari separuh abad. Sebuah masjid, yang pernah menjadi salah satu simbol kekuatan Islam. Tapi kini, pondasinya kian rapuh lantaran lorong-lorong bawah tanah yang terus digali oleh orang-orang ekstrim Yahudi yang bermimpi Masjid Al Aqsha Runtuh? Tarbawi Edisi 225 Th.11, Rabiul Akhir 1431, 8 April 2010 mendapat peninggalan Kuil Solomon di bawahnya. Saudaraku, Mungkinkah Masjid Al Aqsha runtuh? Pertanyaan itu mungkin pernah muncul dalam pikiran kita. Menjawabnya, pasti diiringi kedukaan. Tapi, tidak menjawabnya, berarti membiarkan ancaman yang mungkin terjadi. Ada banyak kemungkinan yang bisa terjadi atas Masjid Al Aqsha. Bisa saja, terjadi bencana alam yang kemudian membuat runtuhnya Masjid Al Aqsha. Atau, bisa saja umat Islam akhirnya berhasil diusir dari seluruh Al Quds dan digantikan penguasaannya oleh Zionis Israel. Mungkin saja Al Quds dikuasai Zionis dan benarbenar menjadi ibukota abadi Israel selama berpuluh tahun. Mengapa? Karena dahulu pun, kekuatan Qaramithah pernah menyerang Ka’bah Baitullah Al Haram. Hingga di tahun 317 H, dikabarkan mereka mampu mencuri Batu Hajarul Aswad dari Ka’bah dan membawanya ke ibukota mereka di Hijr, sisi Timur Saudi sekarang. Hajarul Aswad lalu tetap tercuri hingga 22 tahun, yakni hingga tahun 339 H. Saudaraku, Kita tidak berada di zaman Raja Abrahah. Dahulu, Abrahah ingin menghancurkan Ka’bah. Lalu Allah swt mengutus burung-burung Ababil untuk melindu ngi Baitullah Al Haram. Tapi kondisi kita Edisi 225 Th.11, Rabiul Akhir 1431, 8 April 2010 setelah diutusnya Rasulullah saw, sangat berbeda. Burung-burung Ababil atau pasukan yang diutus oleh Allah swt dalam bentuk apapun, takkan datang kecuali bila kita mengerahkan tenaga, keseriusan, kesungguhan, harta, jiwa, dan seluruhnya untuk memelihara Masjid Al Aqsha. Saudaraku, Maka, Masjid Al Aqsha mungkin saja runtuh. Dan memang itulah yang diinginkan Zionis Israel. Itu sebabnya, mereka melakukan tahap demi tahap penghancuran itu sedikit demi sedikit, lewat analisa pertimbangan bahaya paling kecil yang mereka hadapi, jika Masjid Al Aqsha akhirnya roboh. Perhatikanlah, mereka sendiri yang membuka informasi di berbagai media, bahwa ada puluhan lorong bawah tanah yang telah mereka gali, di sekitar pondasi Masjid Al Aqsha. Informasi itu bahkan diiringi foto-foto dan bahkan cuplikan filmnya, yang kian menegaskan bahwa lorong-lorong itu benar-benar telah mereka gali. Ada apa di balik peristiwa ini? Mari pikirkan lebih jauh. Boleh jadi, Zionis Israel mempunyai target tertentu di balik informasi itu. Pertama, membiasakan umat Islam dengan issue kehancuran Masjid Al Aqsha. Semakin sering umat Islam mendengar berita Masjid Al Aqsha akan hancur, semakin terbiasa umat menyikapiTarbawi 77 Nasyath | Aktifitas nya. Bahkan informasi itu pun bisa menjadi kata-kata yang tidak lagi menarik perhatian. Lalu, jika kelak kehancuran Masjid Al Aqsha benar-benar terjadi, mungkin tidak mampu menggerakkan dunia Islam secara massif untuk melakukan perlawanan. Logika ini, mirip dengan terapi yang biasa dilakukan oleh para dokter. Dokter memberi suatu asupan yang bisa melindungi manusia dari mikroba tertentu. Seseorang diberi suplai makanan mikroba sedikit demi sedikit, hingga akhirnya tubuh terbiasa dengannya. Jika kelak mikroba sesungguhnya menyerang tubuh, maka serangan itu tidak terlalu memberi efek pada tubuh. Begitulah Zionis Israel. Mereka terus menerus memberi informasi umat Islam dengan pemberitaan bertahap, terkait kehancuran Masjid Al Aqsha. Lalu, jika kehancuran itu benar-benar terjadi – semoga Allah swt melindunginya—umat Islam tidak terpicu untuk melakukan aksi penolakan seperti yang dikhawatirkan. Dan Zionis Israel pun bisa melanjutkan proyek penting lainnya. Saudaraku, Sasaran kedua, untuk mengantisipasi tingkat reaksi umat Islam bila kehancuran itu terjadi. Orang-orang Yahudi Zionis pasti khawatir dengan reaksi umat Islam, yang boleh dikatakan bila bersatu sangat mampu memerangi dan mengusir mereka dari Al Quds. Karenanya, mereka berusaha mengantisipasi reaksi umat Islam itu secara bertahap. Mereka mengukur sejauh mana respon umat Islam terhadap upaya penghancuran Masjid Al Aqsha. Hingga akhirnya mereka bisa menganggap mampu mengatasi aksi balasan bila target penghancuran Masjid Al Aqsha itu terjadi. 78 Tarbawi Saudaraku, Zionis Israel sangat yakin, hingga sekarang tak ada bukti secuilpun tentang sisa Kuil Solomon yang mereka yakini. Mereka juga tahu, bahwa klaim peradaban Yahudi di Al Quds, sangat mungkin merupakan hasil manipulasi orang-orang mereka sendiri. Lalu kenapa mereka ingin sekali menguasai dan menghancurkan Masjid Al Aqsha? Orang-orang Zionis Israel sangat menyadari bahwa Al Aqsha bagi umat Islam sama dengan panji-panji peperangan bagi suatu pasukan. Selama panji itu ada, panji-panji itulah yang akan memberi semangat dan keberanian bagi pasukannya. Itulah sebabnya panji harus segera berkibar dan berdiri hingga dapat dilihat pasukan. Seperti itu pulalah kedudukan Al Aqsha. Andai Al Aqsha jatuh, Zionis Israel yakin itu akan meruntuhkan juga mentalitas umat Islam. Sebagaimana dahulu, direbutnya Masjid Al Aqsha di awal-awal perang salib telah menipiskan semangat umat Islam selama puluhan tahun dalam menghadapi kaum Salib. Dan kini, jika target penghancuran itu terjadi, Zionis Israel yakin akan mampu memenangkan seluruh medan peperangan. Saudaraku, Uraian ini bisa saja, membuat kita sedih bahkan terluka. Tapi kita juga tak boleh berbasa basi untuk masalah yang sangat penting ini. Tunjukkan bahwa umat Islam di Al Quds ( Jerussalem) tidak sendiri menentang pendudukan dan serangan Zionis Israel. Buktikan bahwa mampu bekerja dengan bidang dan ruang apapun yang kita miliki, untuk menghalangi kehancuran dari Masjid Al Aqsha. p Edisi 225 Th.11, Rabiul Akhir 1431, 8 April 2010 Aksi Solidaritas Untuk Rakyat Palestina Pada hari Sabtu (20/3) ratusan ribu massa Partai Keadilan Sejahtera (PKS) memenuhi jalan sepanjang Monas hingga Bundaran HI sebagai bentuk aksi solidaritas untuk rakyat Palestina. Acara yang di awali dengan pidato yang disampaikan Dr Hidayat Nurwahid dan Yoyoh Yusroh ini juga mengusung replika Masjid Al Aqsa. Dalam pidatonya, Hidayat Nurwahid yang juga mantan ketua MPR RI ini mendesak pemerintah Indonesia untuk segera mengambil peranan sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia. “Kami mendesak Ketua Liga Arab agar segera mengadakan konferensi KTT Liga Arab,” Bedah Buku Dr Al Buthy Bedah buku dan kajian karya-karya dari Dr. Muhammad Sa’id Ramadhan Al Buthi pada Rabu (17/3) yang diadakan di MP Book Point, Jakarta. Buku yang berjudul “Al Qur’an Kitab Cinta” ini di hadiri oleh Bachtiar Lubis sebagai pembicara. Bachtiar mengungkapkan bahwa Dr Al Buthi merupakan salah satu ulama yang paling berpengaruh di Timur Tengah. “Dr Al Buthi memiliki karya-karya yang fenomenal. Dia tampil sebagai ulama serba bisa, hampir semua disilin ilmu dikuasainya. Selain itu, bahasa yang digunakan AL Buthi dalam setiap karyanya sangat indah dan mudah Edisi 225 Th.11, Rabiul Akhir 1431, 8 April 2010 Tarbawi 79 80 Tarbawi Edisi 225 Th.11, Rabiul Akhir 1431, 8 April 2010