Bab V Motor DC (Direct Current) 52 5.1. Pendahuluan Salah satu komponen yang tidak dapat dilupakan dalam sistem pengaturan adalah aktuator. Aktuator adalah komponen yang selalu bergerak mengubah energi listrik menjadi pergerakan mekanik. Salah satu aktuator adalah motor listrik. Motor listrik dapat digolongkan menjadi motor DC dan motor AC tergantung dari suplai dayanya. Motor AC lebih menguntungkan dibandingkan dengan motor DC karena lebih kecil, lebih handal dan tidak terlalu mahal. Tetapi kecepatan motor AC tidak dapat diatur, kecepatannya selalu tetap sesuai dengan frekuensi dari jala-jala listrik. Sedangkan motor DC baik kecepatan, laju dan arah putarnya dapat diatur dengan mudah sesuai dengan keinginan. Motor DC yang kecil bahkan dapat digerakkan dengan tegangan DC yang kecil misalnya motor pada disk drive yang digerakkan dengan tegangan 12 Volt. 5.2. Teori Dasar Teori dasar dari motor DC diawali dengan sebuah konduktor yang dialiri listrik berada di dalam suatu medan magnetik akan mengalami gaya tarik yang arahknya tegak lurus terhadap arus listrik dan medan magnetik (Gambar 5.1). Konduktor bisa terbuat dari besi, tembaga atau aluminium. (a) Pengaturan percobaan (b) Arah I, F dan B saling tegak lurus Gambar 5.1. Gaya pada kawat di dalam medan magnetik Untuk membuktikannya dapat dilakukan percobaan menggunakan magnet U, kawat dan baterai. Lalu atur sesuai gambar 5.1.a maka pada kawat akan ada hentakan saat baterai dihubungkan. Besarnya magnituda dari gaya tersebut dapat dihitung dari persamaan berikut: F = IBLsinθ Dengan F = gaya pada konduktor (Newton) I = arus pada konduktor (Ampere) B = Kerapatan Fluks magentik (Gauss) L = Panjang kawat (meter) θ = sudut antara arus dan medan magnetik (5.1) Motor listrik memanfaatkan prinsip ini untuk membuat suatu putaran yaitu dengan membentuk kawat menjadi suatu lup dan menempatkan di dalam medan magnetik (Gambar 5.2) 53 Gambar 5.2. Motor DC konvensional Lup atau kumparan ini akan berputar pada suatu sumbu yang diperlihatkan pada gambar 5.2. Kumparan ini disebut lilitan armatur. Armatur ini ditempatkan di dalam medan magnetik yang disebut medan. Comutator dan Brush mengalirkan arus listrik ke armatur dan menyebabkan armatur ini berputar. Pada gambar 5.2.a. Arus listrik pada kawat A mengalir masuk sedangkan pada kawat B arus listrik masuk kedalam. Sesuai dengan aturan tangan kanan pada gambar 5.1.b maka gaya pada kawat A akan menaik sedangkan gaya pada kawat B akan turun sehingga kumparan akan berputar searah jarum jam. Pada saat kawat sudah berputar 90° arus listrik pada kawat B akan berbalik kearah masuk sedangkan arus listrik pada kawat A akan keluar, ini semua akibat cincin comutator yang menyentuh kutub yang berbeda pada brush sehingga arah gaya pada kawat B adalah ke atas dan arah gaya pada kawat A adalah ke bawah sehingga kumparan terus berputar searah jarum jam. Torsi adalah gaya putar pada motor. Torsi maksimum pada saat kumparan berada pada posisi horisontal dan menjadi minimum pada saat kumparan berada pada posisi vertikal. Sebuah armatur motor DC terdiri dari beberapa kumparan yang membentuk torsi keseluruhan (gambar 5.3). Setiap kumparan berhubungan dengan comutator yang terpisah. Gambar 5.3. Armatur Motor DC Parameter penting dalam setiap motor DC adalah torsi ini. Torsi dapat dihitung dari gaya pada persamaan (5.1) dan bila disederhanakan menjadi 54 T = KTIAφ Dengan T = Torsi motor KT = Konstanta yang tergantung dari konstruksi motor IA = Arus armatur φ = fluks magnetik (5.2) Motor DC dapat bekerja sebaliknya yaitu mengubah dari energi mekanik gerak menjadi energi listrik yang disebut dengan generator. Saat ada gaya putar luar memutar comutator, motor DC akan menimbulkan tegangan yang disebut electromotive force (EMF). Tapi saat motor DC digerakkan oleh daya listrik tedapat juga tegangan balik yang arahnya berlawanan dengan arus armatur yang disebut dengan counter-electromotive force (CEMF). CEMF ini mengurangi tegangan armatur (VA). CEMF ini akan meningkat dengan meningkatnya laju putar motor dan sebaliknya akan berkurang saat laju motor berkurang. VA = Vin – CEMF (5.3) Motor DC memiliki kemampuan untuk mempertahankan lajunya saat dihubungkan dengan beban yang disebut dengan Self-regulation speed. Saat beban meningkat laju berkurang sekaligus menurunkan CEMF. Saat CEMF menurun tegangan armatur akan naik dan menyebabkan laju motor meningkat kembali. 5.3. Wound-Field DC Motor Wound-Fields DC Motor (wound = bentuk lampau dari wind) menggunakan elektromagnetik yang disebut lilitan medan (Field winding) untuk menghasilkan medan magnetik. Magnet yang dihasilkan ini bukan magnet permanen, laju putar motor diatur dengan memvariasikan tegangan armatur atau lilitan medan. Gambar 5.4 menunjukkan salah satu contoh wound-field DC Motor. Gambar 5.4. Wound-Field DC Motor 55 Jenis pada gambar 5.4 ini menghasilkan daya ¼ sampai 1 hp (horse power) dengan beberapa laju rata-rata. Laju rata-rata adalah laju motor saat menghasilkan daya tersebut. Jika tanpa beban maka lajunya akan lebih besar dari laju rata-rata. Beberapa jenis wound-field DC motor adalah motor lilitan seri, shunt (paralel) dan gabungan seri-shunt. Jenis ini digerakkan dengan 90 Vdc, nilai 90 Vdc ini diperoleh menggunakan pembalik tegangan (rectifier) dari 120 Vac. Pada motor lilitan seri (seri-wound motor), lilitan armatur dan lilitan medan dibuat seri sehingga torsi awal motor menjadi sangat besar contohnya adalah motor starter mobil. Torsi terbesar terjadi pada saat beban sangat besar dan motor tidak dapat bergerak. Torsi maksimum ini disebut Torsi diam (Stall Torque). Beberapa sistem pengaturan dirancang untuk menggerakkan motor pada kondisi stall torsi misal untuk membuat penggerak lengan robot dari posisi diam. Karena posisi diam membutuhkan torsi yang sangat besar. Gambar 5.5. Motor lilitan seri dan shunt Pada saat tidak ada beban motor lilitan seri akan menghasilkan putaran yang sangat besar yang disebut laju tanpa beban (no-load speed) (Gambar 5.6). Pada beberapa motor yang besar bila tidak ada beban akan mudah rusak karena terjadi laju putaran yang sangat besar. 56 Gambar 5.6 Kurva laju dan torsi Pada Motor lilitan shunt (shunt-wound motor), lilitan armatur dan lilitan medan dihubungkan secara paralel akibatnya arus medan tidak berpengaruh pada perubahan arus suplai dan hanya terpengaruh oleh tegangan suplai. Shunt-wound motor digunakan untuk keperluan dengan laju yang relatif konstan misalnya pada kipas angin, blower, ban berjalan (conveyer belt). Motor lilitan shunt memiliki stall torque dan no-load speed yang rendah dibandingkan motor lilitan seri. Motor lilitan gabungan (compound-wound motor) menggabungkan kelebihan dari seri dan shunt motor. Jenis ini ada dua yaitu short shunt dan long shunt. Lilitan seri membuat motor memiliki torsi awal yang besar, setelah berjalan CEMF mengurangi tegangan pada lilitan seri sehingga lilitan shunt lebih dominan dan terjadi self-regulation speed yang menyebabkan laju putar motor menjadi konstan. Gambar 5.7. Compound-wound motor 5.4. Permanent-Magnet (PM) Motor Jenis ini menggunakan magnet permanen untuk menghasilkan fluks magnetik, armaturnya sama dengan armatur pada wound-field motor. Terdapat tiga tipe magnet yang dipergunakan yaitu (1) Alnico magnet (terbuat dari paduan/alloy logam besi) memiliki fluks magnetik yang tinggi (high-fluks magnet) tetapi sifat magnetnya bisa hilang saat terjadi stall (2) Ferrite, memiliki fluks magnetik yang lebih kecil tetapi memiliki daya tahan terhadap demagnetisasi (3) rare-earth magnet (magnet tanah jarang) terbuat dari bahan samariumcobalt atau neodynium-cobalt. Jenis terakhir ini menggabungkan keunggulan dari kedua jenis pertamanya yaitu memiliki fluks magnetik yang tinggi dan tahan terhadap demagnetisasi. Contoh motor dengan magnet permanen yang kecil adalah pada mesin kantor seperti printer, disk driver, mainan, VCR, kamera (untuk zoom dan autofokus) 57 sedangkan yang berukuran besar misalnya untuk sistem kontrol pada industri dan robotika. Gambar 5.8. Permanent-Magnet Motor Gambar 5.9. a) Simbol Motor dengan magnet permanen b) hubungan laju dengan torsi 5.5. Rangkaian Pengontrol Motor DC Terdapat beberapa rangkaian untuk mengatur laju putar motor. Sebenarnya penggunaan istilah pengaturan laju kurang tepat karena yang diubah adalah energi listrik menjadi torsi, sedangkan laju ditentukan oleh torsi dan bebannya. Terdapat dua teknik untuk menggerakan (drive) motor yang pertam disebut analog drive yaitu suatu rangkaian interfacing yang digunakan untuk memperkuat sinyal dari pengatur (controller) agar cukup untuk menggerakkan motor. Biasanya berupa Linear Power Amplifier. Sedangkan teknik kedua adalah untuk menggerakan motor adalah Pulse-width modulation (PWM). Pada teknik ini daya disuplai ke motor dalam bentuk pulsa DC dengan tegangan yang tetap. Lebar pulsa divariasikan untuk mengatur laju motor, semakin besar lebar pulsa maka semakin besar laju rata-rata motor. Frekuensi pulsa sangat besar sehingga membuat motor berputar secara halus. 58 Gambar 5.10 Dua metoda mengatur laju motor DC 5.5.1. Pengaturan Motor Dc Menggunakan Penggerak Analog (Analog Drive) Sistem penggerak analog berupa linier power amplifier yang ditempatkan diantara pengatur dan motor. Biasanya berupa penguat arus sedangkan tegangan keluaran boleh lebih kecil atau lebih besar dari tegangan input motor. Rangkaian penggerak analog yang sederhana adalah Amplifier Kelas A yaitu amplifier yang menggunakan sebuah transistor saja. Rangkaiannya bisa berupa CE (common emitter) yang memberikan gain penguatan arus sekaligus tegangan atau CC (common collector) yang memberikan gain penguatan arus saja. Gambar 5.11. Konfigurasi Penggerak Analog untuk Motor DC Cara kerja kedua rangkaian penggerak ini adalah sama, saat tegangan basis (VB) naik melampau tegangan forward-bias maka transistor akan on dan membiarkan arus collector mengalir. Arus collector 30 – 100 kali lebih besar dari arus basis tergantung dari gain transistor (hfe). Saat transistor on arus collector ditentukan oleh VB. Tetapi amplifier kelas A sangat tidak efisien saat transistor on penuh arus collector mengalir sepenuhnya tetapi saat transistor setengah menyala (half-on) menyebabkan arus collector yang mengalir menjadi setengah juga. Half-on terjadi karena panas yang ditimbulkan oleh transistor menyebabkan dayanya berkurang. Penggerak analog lainnya adalah Power IC, Darlington Power Transistor dan Mosfet Power. Power IC Driver berupa paket amplifier DC dengan arus output yang relatif besar, misalnya LM12 (National Semiconduktor) (gambar 5.12). 59 Rangkaian daya tinggi ini bisa menghasilkan arus 13A dengan tegangan maksimum 30 Volt. Gambar 5.12 LM12 Power Operational Amplifier (National Instrument) Gambar 5.13 Menunjukkan rangkaian penggerak motor menggunakan Transistor Daya Darlington. Meskipun gain tegangan hanya 1 tetapi rangkaian ini memiliki gain arus sangat besar. Transistor yang digunakan pada gambar 5.13 adalah TIP 120 dengan gain arus (hfe) 1000 dan arus output maksimum 5 A. Motor harus diletakkan pada emmiter. Gambar 5.13 Penggerak Motor DC menggunakan transistor Darlington Rangkaian penggerak Motor DC lainnya adalah power MOSFET yang dikenal dengan nama VFET, TMOS dan HEXFET. Gambar 5.14 Power MOSFET. 60 5.5.2. Membalik Putaran PM Motor Untuk membalikkan putaran PM motor dilakukan dengan membalik polaritas dari tegangan input. Salah satu caranya adalah dengan membuat amplifier penggerak motor DC memiliki tegangan posisif dan negatif terhadap ground. Rangkaian LM12 pada gambar 5.12 mampu memberikan tegangan positif dan negatif. Cara lain adalah dengan menggunakan relay (Gambar 5.15) Gambar 5.15. Membalik putaran PM motor dengan relay Sekarang ini untuk switching putaran maju-mundur dapat dilakukan hanya dengan menggunakan sebuah IC yang arah putaran diatur sengan memberikan arus yang berbeda pada masing-masing pinnya. Misal IC merk Allegro A3952 Gambar 5.16. Full PWM Motor Driver (Allegro A3952SB) Arah putaran dapat diatur dengan menggunakan perubahan pada phase input (Gambar 5.17) pada pin 7. Jika diberi tegangan high maka putaran akan maju sebalikanya bila diberi tegangan low motor akan berputar berlawanan. 61 Gambar 5.17 Aplikasi Allegro A4952 5.5.3. Pengaturan Motor DC Menggunakan Pulse-Width Modulation Pulse-Width Modulation (PWM) memiliki cara yang sangat berbeda dalam mengatur torsi dan laju motor. Daya disuplai dalam bentuk gelombang pulsa kotak dengan magnituda yang tetap dengan lebar pulsa kotak atau duty cycle yang bervariasi. Duty cycle mengacu pada persentase waktu saat pulsa pada kondisi high. Gambar 5.18 menunjukkan beberapa duty cycle. Gambar 5.18. Gelombang PWM Pada laju terendah daya mensuplai ¼ dari waktu siklus (cycle time). Frekuensi dari pulsa diatur untuk mengatasi inersia (kelembaban) motor sehingga motor berputar dengan laju yang konstan. Pada 50% duty cycle motor berputar dengan laju setengah penuh. Rangkaian PWM bisa juga berupa rangkaian penggerak analog seperti rangkaian power transistor, power Darlington, Power MOSFET dan POWER IC. IC Allegro A3952 sangat cocok untuk digunakan sebagai PWM Driver Motor. Tetapi agar tidak menyulitkan prosesor untuk menghasilkan sinyal perulangan ini biasanya digunakan IC khusus atau dengan Rangkaian pengatur waktu yang telah dipasang di dalam mikroprosesor . Salah satu contoh IC yang bisa langsung menghasilkan gelombang PWM adalah jenis LM3524 (National Semiconductor). Duty Cycle dapat dibuat dari 0% - 100% dengan memberikan tegangan DC pada pin 9 (Gambar 5.19.a). Osilator di dalam IC ini bisa menghasilkan frekuensi PWM dalam bentuk gelombang gigi gergaji. Gelombang gigi gergaji ini dibandingkan oleh komparator dengan tegangan kompensasi yang diinputkan. Hasilnya berupa gelombang pulsa kotak berbentuk PWM. Transistor akan off saat gelombang gigi gergaji melampaui tegangan kompensasi (Gambar 5.19.b) 62 Gambar 5.19 Pulse-Width ModulationIC (LM3524) 63